welcome to LagiLagi Archive

Welcome to lagilagi Archive
ini adalah blog emmi yang penuh akan berbagai macam arsip :)
yaa bareng-bareng mengenal tentang arsip lebih dekat,,
so, ayookk kita tak ada salahnya belajar bareng tentang arsip :)
saling koreksi juga yahh :))
makasih yang udahh pada buka blog emii n saya terima kritik dan saran dari kalian semua :)
matursuwun :))

Kamis, 19 Mei 2011

Sistem-sistem dalam Pengarsipan


Dalam sistem pengarsipan ada 5 macam cara pengaturan atau teknik penyimpanan arsip secara logis dan sistematis. Yaitu dengan memakai

a. Sistem Abjad (Alphabetical Filling System)
b. Sistem Perihal (Pokok Isi Surat)
c. Sistem Nomor
d. Sistem Geografis / Wilayah
e. Sistem Tanggal (Chronologis)

Masing-masing sistem dapat digunakan sesuai dengan jenis arsip, atau surat pada suatu organisasi atau perusahaan.Sistem pengarsipan adalah cara pengaturan atau penyimpanan arsip secara logis dan sistematis dengan memakai abjad, numerik / nomor, huruf ataupun kombinasi huruf dan nomor sebagai identitas arsip yang terkait.
Ada 5 macam sistem pengarsipan.
A. Sistem Abjad (Alphabetical Filling System)
Sistem Abjad adalah sistem penyimpanan arsip dengan memakai metode penyusunan menurut abjad. Umumnya dipakai untuk arsip yang dasar penyusunannya dilakukan terhadap nama orang, nama perusahaan / organisasi, nama tempat, nama benda dan subjek masalah.
Nama-nama diambil dari nama si pengirim (surat masuk) dan nama alamat yang dituju (surat keluar).
Cara menemukan dan menentukan ciri / tanda dari suatu dokumen yang akan dijadikan petunjuk atau tanda pengenal (caption) untuk memudahkan mengetahui tempat dokumen disimpan.
Adapun kata tangkap dapat berupa :
- Nama orang
- Nama perusahaan / organisasi
- Nama tempat / daerah
- Nama benda / barang
- Istilah subyek atau angka (tergantung sistem pengarsipan yang dipakai)
Menentukan ciri / tanda dengan cara menentukan urutan unit-unit atau bagian dari kata tangkap yang akan disusun menurut abjad.
Indeks adalah sarana untuk menemukan kembali dengan cara mengidentifikasi surat tersebut melalui penunjukan suatu tanda pengenal yang dapat membedakan surat satu dengan surat yang lainnya, atau bagian dari suatu nama yang dijadikan tanda pengenal surat.
Unit adalah bagian kata dari kata tangkap yang memiliki pengertian sendiri, atau bagian terkecil dari suatu nama. Sedangkan nama, merupakan judul / caption. Jadi setiap judul memiliki bagian yang disebut unit.
Kode adalah suatu tanda atau simbol yang diberikan atau yang dibubuhkan pada lembaran arsip yang dapat dipakai untuk tanda penyimpanan arsip.
Koding adalah suatu kegiatan memberikan tanda atau simbol pada arsip. Adapun fungsi dari kode atau simbol adalah menunjukkan isi yang terkandung didalam arsip yang bersangkutan.
Petunjuk silang adalah alat petunjuk dari indeks yang tidak dipakai kepada indeks yang dipakai, atau petunjuk hubungan antara indeks yang dipakai dengan indeks lain yang dipakai.
Ada dua macam petunjuk silang.
a. Petunjuk silang langsung
Adalah petunjuk silang yang menunjukkan tentang seseorang yang memiliki lebih dari satu nama atau satu dokumen yang berisi lebih dari satu masalah.
b. Petunjuk silang tak langsung
Adalah petunjuk silang yang dipakai untuk menunjukkan hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya yang saling menjelaskan atau saling membantu.
Prosedur yang harus dilaksanakan untuk mengarsipkan surat adalah :
- Membaca surat atau dokumen dengan teliti dan seksama
- Periksa apakah surat sudah disertai dengan tanda siap untuk disimpan.
- Menetapkan caption atau judul surat

- Mengindeks tanda pengenal sesuai peraturan
- Membuat petunjuk silang
- Memberi kode surat
- Menyortir, yaitu memilah-milah atau mengelompokkan arsip
menjadi satu kelompok menurut kode yang ada pada arsip.
- Menyusun menurut susunan abjad.
- Menyimpan arsip, yaitu mendapatkan arsip pada suatu tempat atau alat penyimpanan.

Perlengkapan yang diperlukan untuk mengarsip sistem abjad adalah
- Filling cabinet; adalah lemari arsip untuk menempatkan folder dan guide. Yaitu untuk menyimpan dokumen, surat-surat kantor. Umumnya mempunyai beberapa laci.
- Folder; adalah tempat untuk menyimpan dokumen atau menempatkan arsip, berbentuk segi empat, berlipat dua seperti map tetapi tanpa daun penutup.
- Guide (petunjuk); merupakan petunjuk dan pemisah antar folder-folder. Bentuk dari guide adalah segi empat dan berukuran sama dengan folder. Terbuat dari karton tebal.
B. Sistem Perihal (Pokok Isi Surat)
Sistem perihal adalah cara penyimpanan dan penemuan kembali surat berpedoman pada perihal surat atau pokok isi surat.
Yang perlu dipersiapkan untuk sistem perihal adalah.
1. Daftar Indeks; adalah daftar yang memuat seluruh kegiatan / masalah / hal-hal yang dilakukan diseluruh kantor dimana sistem ini diterapkan.
Masalah-masalah tersebut kemudian diuraikan lagi. Masalah-masalah pokok tersebut dalam pembagian utama, sedangkan uraian masalahnya disebut dalam pembagian pembantu, apabila uraian masalah masih dibagi lagi menjadi masalah yang lebih kecil, disebut sub pembagian pembantu.
2. Perlengkapan menyimpan surat
- Filling Cabinet
- Guide
- Folder
- Kartu kendali

3. Pemberian kode surat
4. Penyimpanan surat, dengan cara
- Membaca surat untuk mengetahui isi surat
- Memberi kode surat
- Mencatat surat dalam kartu kendali
5. Menyimpan kartu kendali.
C. Sistem Nomor
Di dalam sistem nomor ada 4 macam
1. Sistem nomor menurut Dewey (Sistem Desimal / Klasifikasi)
Sistem ini menetapkan kode surat berdasarkan nomor yang ditetapkan untuk surat yang bersangkutan.
Yang diperlukan dalam sistem ini adalah
a. Perlengkapan yang diperlukan adalah
- Filling cabinet
- Guide
- Folder
b. Daftar klasifikasi nomor
c. Kartu kendali
Dalam klasifikasi, nomor adalah daftar yang memuat semua kegiatan / masalah yang terdapat dalam kantor. Setiap masalah diberi nomor tertentu.
Dalam daftar ini terdapat tiga pembagian yaitu
- Pembagian utama, memuat kegiatan / masalah pokok dari kantor
- Pembagian pembantu, memuat uraian masalah yang terdapat pada pembagian utama
- Pembagian kecil memuat uraian masalah yang terdapat pada pembagian pembantu.
Guna daftar klasifikasi adalah
- Sebagai pedoman pemberian kode surat
- Sebagai pedoman untuk mempersiapkan dan menyusun tempat penyimpanan surat
Uraian guide, folder, dan surat dalam filling cabinet
- Dalam setiap laci filling cabinet diperlukan 10 guide
- Dibelakang setiap guide ditempatkan 10 folder
- Surat yang terbaru dalam setiap folder ditempatkan paling depan
Cara penyimpanan surat
- Surat dibaca lebih dahulu untuk mengetahui permasalahannya
- Memberi kode surat
- Mencatat surat kedalam kartu kendali
- Mencatat surat pada kartu indeks
- Menyimpan surat
- Penyusunan surat dalam folder setiap surat yang baru selalu ditempatkan di urutan paling depan
- Menyimpan kartu kendali
2. Sistem nomor menurut Terminal Digit
Didalam sistem ini kode penyimpanan dan kode penemuan kembali surat memakai sistem penyimpanan menurut teminal digit, yaitu sistem penyimpanan berdasarkan pada nomor urut dalam buku arsip.
Dalam sistem ini yang perlu dipersiapkan adalah
- Perlengkapan untuk tempat penyimpanan surat yang terdiri atas; filling cabinet 10 laci, guide (setiap laci 10 guide), dan folder (setiap guide 10 folder)
- Kartu kendali; yang digunakan dalam sistem ini sama dengan kartu kendali yang digunakan dalam sistem lain. Yang berbeda disini adalah mengindeks nomor kode untuk keperluan penyimpanan dan penemuan kembali surat.
- Cara mengindeks nomor kode sebagai berikut
a. Dua angka dari belakang sebagai unit 1, yaitu menunjukkan nomor laci dan nomor guide
b. Satu angka setelah unit 1 sebagai unit 2 yaitu menunjukkan nomor folder
c. Sisa seluruh angka sesudah unit 2 sebagai unit 3 yaitu menunjukkan surat yang kesekian dalam folder
- Cara penyimpanan surat; surat dengan nomor kode 55317, berarti surat tersebut disimpan dalam laci 10-19, dibelakang guide 17, didalam folder nomor 3, surat yang ke 55.
3. Sistem Nomor Middle Digit
Sistem ini merupakan kombinasi dari Sistem Nomor Decimal Dewey dan Sistem Nomor Terminal Digit. Yang dijadikan kode laci dan guide adalah dua angka yang berada di tengah, sedangkan dua angka yang berada di depannya menunjukkan kode map, kemudian dua angka yang berada dibelakangnya menunjukkan urutan surat yang kesekian didalam map.
Dalam sistem ini kode angka harus berjumlah enam, sehingga terdapat dua angka ditengah, dua angka di depan dan dua angka dibelakang. Seandainya angka kode kurang dari enam maka harus ditambahkan angka nol di depannya sampai berjumlah enam angkla. Cara penyimpanannya sama dengan Sistem Nomor Terminal Digit.
4. Sistem nomor Soundex (phonetic system)
Sistem Soundex adalah sistem penyimpanan warkat berdasarkan pengelompokan nama dan tulisannya atau bunyi pengucapannya hampir bersamaan. Dalam sistem ini nama-nama diganti dengan kode (notasi) yang terdiri dari 1 huruf dan 3 angka.
Susunan penyimpanannya adalah menurut abjad yang diikuti urutan nomor.
D. Sistem Geografis / Wilayah
Sistem geografis atau wilayah adalah suatu sistem penyimpanan arsip berdasarkan pembagian wilayah atau daerah yang menjadi alamat suatu surat.
Surat disimpan dan diketemukan kembali menurut kelompok atau tempat penyimpanan berdasarkan geografi / wilayah / kota dari surat berasal dan tujuan surat dikirim.
Dalam hubungan ini surat masuk dan surat keluar disimpan dan ditempatkan dalam folder yang sama, tidak dipisah-pisahkan. Dalam penyimpanannya menurut sistem ini harus dibantu dengan sistem abjad atau sistem tanggal.
Yang perlu dipersiapkan dalam menerapkan sistem ini
- Perlengkapan yang diperlukan dalam menerapkan sistem ini adalah; filling cabinet, guide, folder, dan kartu kendali.
- Penyimpanan surat melalui prosedur
a. Melihat tanda pembebas dalam surat, yaitu tanda yang menyatakan bahwa surat tersebut telah selesai diproses dan boleh disimpan.
b. Membaca surat
c. Memberi kode surat
d. Mencatat surat pada kartu kendali
e. Menggolongkan surat menurut wilayahnya masing-masing
f. Menyimpan surat
g. Menyimpan kartu kendali
- Penemuan kembali; cara menemukan kembali adalah sama seperti sistem-sistem lainnya.
E. Sistem Tanggal (Chronologis)
Sistem tanggal adalah sistem penyimpanan surat yang didasarkan kepada tanggal surat diterima (untuk surat masuk) dan tanggal surat dikirim (untuk surat keluar).
Yang diperlukan untuk sistem ini adalah
- Perlengkapan yang diperlukan; filling cabinet, didepan laci dicantumkan judul “tahun”, guide sebanyak 12 buah, masing-masing untuk satu bulan, folder, dan kartu kendali.
- Pembagian sistem tanggal
a. Pembagian utama menggambarkan tahun (judul laci)
b. Pembagian pembantu menggambarkan bulan (judul guide)
c. Pembagian kecil menggambarkan tanggal (judul folder)
- Susunan guide dan folder dalam filling cabinet
a. Laci menggambarkan tahun
b. Guide menggambarkan bulan
c. Folder menggambarkan tanggal
- Penyimpanan surat, langkah-langkah dalam penyimpanan surat
a. Menetapkan kode surat sebelum disimpan
b. Mencatat surat pada kartu kendali
c. Menyimpan surat.
http://bangham.blogdetik.com/2010/08/01/sistem-sistem-dalam-pengarsipan/

Sabtu, 23 April 2011

Deklarasi Universal Tentang Arsip

Arsip merekam keputusan, tindakan dan memori. Arsip merupakan warisan yang unik dan tak tergantikan melalui dari satu generasi ke generasi lainnya. Arsip dikelola sejak penciptaan untuk melestarikan nilai guna dan maknanya. Arsip adalah sumber otoritatif informasi yang menopang kegiatan administrasi yang akuntabel dan transparan. Arsip memainkan peran penting dalam pengembangan masyarakat dengan menjaga dan menyumbang memori individu dan masyarakat. Akses terbuka terhadap arsip memperkaya pengetahuan kita terhadap masyarakat manusia, meningkatkan demokrasi, melindungi hak-hak warga negara dan meningkatkan kualitas hidup.
Untuk mencapai tujuan ini, kami mengakui

  • kualitas yang unik dari arsip sebagai bukti otentik dari administrasi, budaya dan kegiatan intelektual dan sebagai refleksi dari evolusi masyarakat;
  • kebutuhan vital dari arsip untuk mendukung efisiensi bisnis, akuntabilitas dan transparansi, untuk melindungi hak-hak warga negara, untuk membangun memori individu dan kolektif, untuk memahami masa lalu, dan untuk mendokumentasikan masa kini serta untuk memandu tindakan di masa mendatang;
  • keragaman arsip dalam merekam setiap bidang kegiatan manusia;
  • keserbaragaman format tempat arsip diciptakan, termasuk kertas, elektronik, audio visual dan jenis lainnya;
  • peranan para arsiparis sebagai profesional terlatih dengan pendidikan dasar dan lanjutan yang melayani masyarakat mereka dengan mendukung penciptaan arsip dinamis dan dengan penyeleksian, pemeliharaan dan penyediaan arsip-arsip dinamis ini untuk digunakan;
  • tanggung jawab kolektif untuk semua – warga negara, para administrator dan pembuat keputusan publik, para pemilik dan pemegang arsip pemerintah dan swasta, dan para arsiparis serta spesialis informasi lainnya – dalam pengelolaan arsip statis.

Oleh karena itu, kami berusaha bekerja sama supaya


  • kebijakan-kebijakan serta aturan-aturan hukum kearsipan nasional yang tepat diadopsi dan ditegakkan;
  • pengelolaan arsip dihargai dan dijalankan secara kompeten oleh semua badan pemerintah atau swasta, yang menciptakan dan menggunakan arsip dalam rangka menjalankan bisnisnya;
  • semua sumber daya yang memadahi dialokasikan untuk mendukung pengelolaan arsip yang tepat, termasuk pemekerjaan para profesional terlatih;
  • arsip dikelola dan dilestarikan dengan cara menjamin otentisitas, keterpercayaan (reliabilitas), integritas, dan ketergunaan;
  • arsip dibuat untuk dapat diakses oleh setiap orang, dengan menghormati hukum-hukum yang sesuai dan hak-hak individu, para pencipta dan para pengguna;
  • arsip digunakan untuk memberi sumbangsih terhadap promosi kewarganegaraan yang bertanggung jawab. 
  • http://massofa.files.wordpress.com/2008/07/arsip_11.pdf

Jumat, 15 April 2011

SISTEM KEARSIPAN DI INDONESIA


A. Pengantar
Dari semua aset negara yang ada, arsip adalah salah satu aset yang berharga. Arsip merupakan warisan nasional dari generasi ke generasi yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Tingkat keberadaban suatu bangsa dapat dilihat dari pemeliharaan dan pelestarian terhadap arsipnya. Berkaitan dengan hal tersebut arsip perlu dikelola dengan baik dalam sebuah kerangka sistem yang benar.

Sistem kearsipan harus bisa mencakup semua subsistem dalam manajemen kearsipan. Manajemen kearsipan dimaknai sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi manajeman di dalam rangka mengelola keseluruhan daur hidup arsip. Daur hidup arsip mencakup proses penciptaan, pendistribusian, penggunaan, penyimpanan arsip aktif, pemindahan arsip, penyimpanan arsip inaktif, pemusnahan, dan penyimpanan arsip permanen (Wallace, 1992:2-8).


Sistem merupakan suatu kesatuan yang terorganisir yang mengatur hubungan dalam suatu kerangka tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, atau menurut Betty R. Ricks, sistem adalah sekelompok kegiatan yang saling berkaitan yang secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan (Ricks, 1992: 12)

Sistem Kearsipan adalah rangkaian subsistem dalam manajemen kearsipan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan agar arsip tertata dalam unit-unit informasi siap pakai untuk kepentingan operasional dengan azas bahwa hanya informasi yang tepat digunakan oleh orang yang tepat untuk kepentingan tepat pada waktu yang tepat dengan biaya se- rendah mungkin.

Subsistem dalam sistem kearsipan mencakup tata naskah dinas (form management), pengurusan surat (correspondence management), penataan berkas (files management), tata kearsipan dinamis (records management), dan tata kearsipan statis (archives management).

B. Sistem dan Organisasi Kearsipan di Indonesia
B.1. Sistem Kearsipan
Pengelolaan arsip secara baik yang dapat menunjang kegiatan administrasi agar Iebih lancar seringkali diabaikan dengan berbagai macam alasan. Berbagai kendala seperti kurangnya tenaga di bidang kearsipan maupun terbatasnya sarana dan prasarana selalu menjadi alasan buruknya pengelolaan arsip di hampir sebagian besar instansi pemerintah maupun swasta. Kondisi semacam itu diperparah dengan image yang selalu menempatkan bidang kearsipan sebagai bidang periferal diantara aktivitas-aktivitas kerja lainnya.

Realitas tersebut dapat dilihat dalam berbagai kesempatan diskusi dan seminar bidang kearsipan yang senantiasa muncul keluhan dan persoalan klasik seputar tidak diperhatikannya bidang kearsipan suatu instansi atau organisasi, pimpinan yang memandang sebelah mata tetapi selalu ingin pelayanan cepat dan tentu saja persoalan tidak se- bandingnya insentif yang diperoleh pengelola kearsipan dengan beban kerja yang ditanggungnya.

Problema-problema tersebut tentu sangat memprihatinkan, karena muaranya adalah pada citra yang tidak baik pada bidang kearsipan. Padahal bidang inilah yang paling vital dalam kerangka kerja suatu administrasi. Tertib administrasi yang diharapkan hanya akan menjadi slogan semata apabila tidak dimulai dari tertib kearsipannya.
Dengan berbagai pelajaran di atas sudah seharusnya semua komponen, elemen organisasi pada semua level menyadari pentingnya arsip yang dimanifestasikan dalam pelaksanaan manajemen kearsipan secara komprehensif.

Dengan kesadaran akan pentingnya pengelolaan arsip yang baik, sistematis, dan prosedural maka sudah semestinya kerangka pengelolaan tersebut diwujudkan dalam sebuah sistem. Dalam hal ini Sistem Kearsipan merupakan tuntutan yang mutlak harus diwujudkan.
Kesadaran akan pentingnya pengelolaan arsip dalam suatu kerangka sistem yang baik sebenarnya bisa pelajari dari penerapan sistem-sistem kearsipan yang pernah diimplementasikan oleh beberapa lembaga atau instansi pemerintah maupun swasta di Indonesia.

Secara historis, terdapat beberapa sistem kearsipan yang pernah diterapkan di Indonesia. Ragam Sistem Kearsipan di Indonesia antara lain
adalah Sistem Verbal, Sistem Agenda, Sistem Kaulbach, Sistem Tata Naskah, dan Sistem Pola Baru/Kartu Kendali.

Sistem Verbal, diterapkan sebagai verbalstelsel di Negeri Belanda berdasarkan Koninklijk Besluit No. 7, 4 September 1823, dan mulai di terapkan di Hindia Belanda pada tahun 1830. Verbal secara harfiah artinya adalah lisan, karena secara historis verbal merupakan laporan lisan yang disampaikan pada rapat umum yang dilengkapi dengan bukti atau laporan surat menyurat mengenai topik yang berkaitan.

Unsur-unsur dalam sistem verbal meliputi antara lain; lembar proses verbal, lembar-lembar konsep penyelesaian naskah sesuai tahapan penyempurnaan (historical draft), konsep final/net konsep/final draft, pertinggal dan naskah terkait.

Sistem agenda adalah suatu sistem serie dimana surat masuk dan atau surat keluar dicatat atau diregistrasikan secara urut dalam buku agenda dan pemberkasannya didasarkan pada nomor urut yang terdapat dalam buku agenda tersebut.

Sarana-sarana untuk sistem agenda meliputi; buku agenda, daftar klasifikasi (hoofdenlijst), buku indeks masalah (indeks folio), buku indeks nama (klapper), dan buku register otoritet.
Sistem Kaulbach adalah sistem kearsipan dinamis, dimana surat masuk dan surat keluar dicatat pada kartu korespondensi sesuai klasifikasi (hoofdenlijst) dan pemberkasannya sesuai dengan yang tercatat pada kartu korespondensi tersebut. Sistem kaulbach dilengkapi dengan sarana-sarana antara lain; klasifikasi (hoofdenlijst), kartu korespondensi, buku indeks nama (klapper), buku register otoritet.

Sistem Tata Naskah, merupakan sistem administrasi dalam memelihara dan menyusun data-data dari semua tulisan mengenai segi­segi tertentu dari suatu persoalan pokok secara kronologis dalam sebuah berkas.
Sistem Kearsipan Pola Baru/Sistem Kartu Kendali, suatu sistem ke- arsipan yang merupakan satu kesatuan, di dalamnya meliputi; pengurusan surat, kode klasifikasi, indeks, tunjuk silang, penataan berkas, penemuan kembali arsip, dan penyusutan arsip.

Hal yang baru pada sistem kartu kendali dibandingkan dengan sistem-sistem terdahulu adalah:
1. adanya perbedaan perlakuan terhadap surat penting dan tidak penting
2. pemberkasan harus didasarkan pada filing plan
3. adanya subsistem penyusutan arsip

Sarana-sarana dalam sistem kearsipan pola baru antara lain meliputi; kartu kendali, lembar pengantar, lembar disposisi, dan pola klasifikasi. Yang perlu digarisbawahi dari deskripsi singkat tentang sistem­sistem kearsipan di atas adalah bahwa sesuai dengan kondisi zaman dan kebutuhan pada masanya sistem-sistem tersebut diimplementasikan dan dikembangkan.
Dari aspek konsep kearsipan kekinian, dapat dianalisis bahwa beberapa komponen dalam sistem-sistem di atas belum mampu mendukung seluruh sub sistem dalam manajemen kearsipan, misalnya beberapa sistem tidak memfasilitasi penyusutan dan lain-lain. Namun dinamika yang ada pada sistem-sistem tersebut menuntut pengembangan dan penyempurnaan.

Idealnya dari berbagai sistem yang pernah dikembangkan tersebut bisa dilahirkan sebuah sistem yang mampu memenuhi konsekuensi manajemen kearsipan yang baik, barangkali hal tersebut yang sebenarnya diharapkan dari munculnya Sistem Kearsipan Pola Baru pada awal 1970-an.

Sebenarnya prinsip dasar yang harus dikembangkan, apapun sistem kearsipan yang digunakan adalah mampu mendukung implementasi seluruh komponen dalam manajemen kearsipan mulai dari penciptaan sampai dengan penyusutan.

B.2. Organisasi Kearsipan
Merujuk pada UU No. 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan bahwa untuk melaksanakan tugas penyelenggaraan arsip dinamis, dan pengumpulan, penyimpanan, perawatan, penyelamatan, serta penggunaan arsip statis, pemerintah membentuk organisasi kearsipan yang terdiri dari:
Unit-unit kearsipan pada Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintah Pusat dan Daerah
a. Arsip Nasional di Ibu Kota Republik Indonesia sebagai inti organisasi daripada Lembaga Kearsipan Nasional selanjutnya disebut Arsip Nasional Pusat
b. Arsip Nasional di tiap-tiap Ibu Kota Daerah Tingkat I, termasuk Daerah-daerah yang setingkat dengan daerah Tingkat I, selanjutnya disebut Arsip Nasional Daerah
Terdapat perubahan yang cukup signifikan terhadap kelembagaan di atas seiring perubahan politik dan tata negara, terutama setelah era reformasi dengan munculnya paradigma desentralisasi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999. Salah satu dampak pelaksanaan undang-undang tersebut adalah perubahan kelembagaan, struktur serta fungsi instansi pemerintah, termasuk dalam konteks ini adalah lembaga kearsipan.

Dengan paradigma desentralisasi, bidang kearsipan seharusnya akan lebih bisa dikembangkan karena terdapat keleluasaan untuk mengatur dan mengelola seluruh siklus hidup arsip dari dinamis sampai dengan statis. Perlu di tegaskan bahwa ketika konsep pengelolaan arsip sebagai informasi tidak hanya berhenti pada pengelolaan arsip dinamis maka kesempatan daerah pada level provinsi dan kabupaten untuk mengelola arsip statis dapat dimanfaatkan sebagai sarana aktualisasi citra diri daerah. Hal ini merupakan peluang yang baik untuk menunjukkan peran arsip, bukan hanya sekedar alat administrasi namun lebih dari itu menunjukkan jati diri dan citra diri yang khas suatu daerah.

Perubahan kelembagaan sebagai konsekuensi perubahan tatanan kenegaraan pada prinsipnya dapat diikuti dengan perubahan kearah yang lebih baik, untuk bidang kearsipan prinsip dasar pengorganisasian arsip sebenarnya sudah cukup jelas dan seharusnya sudah harus dipahami oleh semua komponen yang berkepentingan terhadap arsip.

Secara teoritis, bahwa setiap organisasi yang berjalan pasti menghasilkan arsip. Arsip yang tercipta membutuhkan pengelolaan, maka diperlukan sistem dan organisasi kearsipan. Setiap organisasi atau instansi sudah seharusnya terbentuk secara alamiah apa yang disebut sebagai unit-unit pengolah dan unit kearsipan. Hubungan antara unit kearsipan dan unit-unit pengolah tersebut yang harus diwujudkan dalam kerangka sistem yang baik sehingga perwujudan manajemen kearsipan akan berhasil.

Setelah memahami pengorganisasian arsip dalam konteks unit kearsipan dan unit-unit pengolah, harus diikuti oleh pemahaman tentang asas pengorganisasian yang akan dipilih dalam pengelolaan arsip-arsip yang dimiliki (sentralisasi, desentralisasi, dan gabungan). Pilihan asas pengorganisasian arsip merupakan aspek yang penting dalam manajemen kearsipan agar proses pengelolaan arsip dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Selain pemahaman konsepsi mengenai organisasi serta asas peng- organisasian arsip, hal yang juga penting untuk mewujudkan sistem kearsipan yang benar adalah pemahaman tentang prinsip kearsipan. Prinsip ini mensyaratkan pemahaman bahwa ketika pengelolaan arsip berlangsung maka secara otomatis harus disadari bahwa kita tidak akan melepaskan hubungan arsip dengan unit penciptanya(provenance), serta bahwa arsip ditata berdasarkan sistem tertentu (original order), yang harus dipertahankan sepanjang arsip tersebut masih dikelola.

C. Penutup
Sistem kearsipan di Indonesia memiliki akar sejarah yang cukup panjang, paling tidak bisa dilacak dari masa administrasi Hindia Belanda. Sistem-sistem yang pernah dikembangkan diharapkan menjadi bahan kajian untuk menciptakan sistem kearsipan yang komprehensif, yaitu suatu sistem kearsipan yang mampu mendukung seluruh aspek manajemen kearsipan, mulai dari penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan sampai dengan penyusutan.

Kesadaran akan pemahaman bahwa sistem kearsipan yang baik adalah sistem yang mampu mendukung implementasi seluruh siklus hidup arsip merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh penge- lola kearsipan dan semua pihak yang berkepentingan terhadap arsip, terlebih lagi bagi para pengambil kebijakan.

D. Daftar Pustaka
ANRI, "Sistem Kearsipan Zaman Hindia Belanda", Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan ANRI, 1991.

Ricks, Betty R., et al., Information and Image Management: A Records Systems Approach, Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co., 1992.

Schellenberg, T.R., Modern Records : Principles Techniques, Melbourne: F.W. Chesire, 1956.

Wallace, Patricia E, Jo Ann Lee and Dexter R Schubert, Records Management: Integrated Information Systems, Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1992.

UU No. 7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan

UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah
http://arsip.ugm.ac.id/buletindetil.php?id=42

Rabu, 30 Maret 2011

Sejarah Singkat Program Diploma Kearsipan

Pada akhir tahun 1993 sampai awal tahun 1994-an beberapa dosen Jurusan Sejarah telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan pejabat-pejabat ANRI dan Kepala Kantor Arsip DIY untuk mempersiapkan pendirian Program Diploma Kearsipan, Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) UGM. Kemudian  disusul dengan serangkaian pertemuan dengan pejabat-pejabat UGM untuk menindaklanjuti usulan pendirian program diploma tersebut. Akhirnya, dengan  dikeluarkannya SK DIKTI nomor 205/DIKTI/Kep/ 1994 tanggal 28 Juli 1994, secara resmi program diplojma kearsipan dibuka.

Adapun tokoh-tokoh  pendiri Program Diploma Kearsipan adalah sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Djoko Suryo (pada saat proses pendirian Program Diploma Kearsipan, beliau menjabat
Dekan  Fakultas Sastra UGM dan saat ini, 2005, beliau menjabat Kepala Pusat Studi Korea UGM)
 
 
 
2. Drs. Dharmono Hardjowijono (pada saat proses pendirian Program Diploma beliau adalah  dosen jurusan sejarah dan saat ini beliau aktif mengajar  Bahasa Belanda di Pasca sarjana UGM)
 
 
3. Drs. Djoko Utomo, M.A. (pada saat proses pendirian Program Diploma beliau menjabat
Deputy Bidang Konservasi dan saat ini, 2005, menjabat Kepala ANRI). Selain itu, beliau
mengajar di Program Diploma Kearsipan sejak Program diploma Kearsipan dibuka sampai sekarang.


4. M. Asichin, S.H. (Pada saat proses pendirian Program Diploma Kearsipan beliau menjabat Kepala ANRIWIL Jawa Tengah dan saat ini, 2005, menjabat Deputy Bidang Konservasi ANRI. Selain itu, beliau juga mengajar di Program Diploma Kerasipan sejak program diploma berdiri sampai sekarang.



5.  Drs. Mudjono NA (pada saat proses pendirian program diploma kearsipan beliau menjabat
Kepala Kantor Arsip DIY dan tahun 1999 beliau tidak aktif lagi mengajar di program diploma
kearsipan karena kesibukannya sebagai Asisten III sekretaris daerah DIY dan pjs. Bupati Bantul.
Beliau wafat pada tanggal .......



Tujuan pendidikan Program Diploma Kerasipan:
1.     Memberikan kesempatan kepada mereka yang sudah bekerja dalam bidang administrasi    perkantoran untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian profesional.
2.     Mendidik para lulusan SMU/SMK menjadi calon tenaga kearsipan tingkat Madya yang profesional dan berwawasan akademik
3.     Mendidik tenaga terampil dalam Manajemen Arsip Dinamis (Records Management) dan Manajemen Arsip Statis (Archives Administration).
http://kearsipan.fib.ugm.ac.id/profil.htm

Selasa, 29 Maret 2011

MEMAHAMI DAN MENGELOLA ARSIP DINAMIS

Sulistyo-Basuki, Manajemen Arsip Dinamis, Pengantar memahami dan mengelola informasi dan dokumen (PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003), 410 halaman termasuk glosarium dan indeks. 

Terdapat perbedaan pengertian antara records dan archives. Masyarakat awam selama ini sering tidak memahami perbedaan dua pengertian tersebut. Bahkan sebagian buku masih ada yang menggunakan istilah arsip begitu saja padahal yang dimaksudkan adalah arsip dinamis. Dalam konteks Anglo-Saxon terdapat pemisahan antara records dengan archives, maka dalam bahasa Indonesia pengertian records dikenal sebagai arsip dinamis sedangkan archives dikenal sebagai arsip statis. “Arsip dinamis merupakan dokumen yang masih digunakan untuk keperluan pengambilan keputusan sedangkan arsip statis merupakan dokumen yang disimpan permanen karena alasan historis, administratif, hukum dan ilmu pengetahuan namun tidak lagi digunakan dalam kegiatan sehari-hari”. Buku ini membahas pemahaman dan pengelolaan arsip dinamis, mulai dari tahap penciptaan dan penerimaan sampai pemusnahannya.
            Bagian 2 membahas tentang seluk-beluk pengelolaan arsip dinamis aktif, meliputi antara lain: manajemen berbagai macam dokumen, metode pemberkasan, klasifikasi dan pengindeksan untuk temu balik, manajemen arsip dinamis kertas, serta manajemen arsip dinamis elektronik. Mengenai metode pemberkasan, diuraikan dua metode, yakni metode pemberkasan sistem abjad dan metode pemberkasan nonabjad. Sebuah instansi atau perusahaan tentu menciptakan dan menerima arsip dinamis sebagai bagian dari kegiatannya. Arsip-arsip tersebut harus disimpan dengan sistem tertentu agar bila sewaktu-waktu diperlukan dapat diketemukan dengan cepat.          
Mengenai metode pemberkasan telah banyak dijumpai pada buku-buku tentang manajemen kearsipan. Demikian pula mengenai klasifikasi dan pengindeksan untuk temu balik. Klasifikasi merupakan pengelompokan atau pengkategorian arsip dinamis dalam susunan tertentu ke dalam unit temu balik. Pengelompokan tersebut bisa berdasarkan aktivitas atau fungsi instansi/perusahaan atau subjek yang terkandung dalam arsip dinamis. Tentang manajemen arsip dinamis kertas, suatu instansi atau perusahaan harus menyediakan tempat penyimpanan arsip dinamis yang sesuai dengan kondisi instansi/perusahaan yang bersangkutan. Ada tiga model penyimpanan arsip dinamis, yakni sistem penyimpanan terpusat, desentralisasi, dan gabungan kedua sistem, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Di dalam buku ini dipaparkan mengenai perencanaan ruangan untuk menyimpan, peralatan yang digunakan, serta cara menyimpan dengan sistem tertentu, seperti indeks, kode, rujukan silang dan sebagainya.
            Seiring perkembangan teknologi, pada saat ini semakin banyak tercipta dokumen elektronik, sehingga pengolahannya menjadi prioritas pada banyak badan korporasi. Penyimpanan dokumen dalam media optik dan magnetis memungkinkan menyimpan data dalam jumlah besar dalam media berukuran kecil. Manajemen dokumen elektronik diperlukan karena dua alasan. Pertama, semakin banyaknya volume dokumen elektronik, dan kedua, lingkungan tempat karyawan bekerja yang sangat tersebar menyebabkan terjadinya pengurangan kualitas manajemen dokumen. Buku ini membahas tentang sistem pencitraan digital yang dianggap memiliki beberapa keuntungan daripada sistem pencitraan microfilm maupun dokumen kertas. Komponen olah pada sistem pencitraan digital meliputi (1) penangkapan dokumen, (2) registrasi dan pengindeksan citra dokumen, (3) penyimpanan citra dokumen, dan (4) temu balik dokumen, pemaparan, dan pencetakan.
            Bagian 3 buku ini membicarakan tentang administrasi program manajemen arsip dinamis, meliputi pengamanan arsip dinamis, arsip dinamis vital, pencegahan bencana dan pemulihan arsip dinamis, serta perlengkapan penyimpanan. Pada dasarnya arsip dinamis bersifat tertutup yaitu hanya dapat diakses oleh yang berwenang atau yang memperoleh ijin dari yang berwenang. Dalam hal ini perlu memahami konsep privasi dan hak informasi. Penyakit, kehidupan seks, dan keuangan adalah sebagian contoh kehidupan privasi seseorang yang tidak boleh disebarluaskan tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Di sisi lain, terdapat pula hak individu untuk memperoleh informasi dari badan publik/pemerintahan, meskipun hak informasi tersebut juga ada batasnya, yakni sepanjang informasi tersebut tidak membahayakan keamanan negara. Sehubungan dengan itu, perlu penyusunan kebijakan dan prosedur keamanan informasi, dan prosedur tersebut perlu dituangkan dalam bentuk tertulis.
            Arsip dinamis vital ialah arsip dinamis yang penting bagi kegiatan instansi/badan korporasi, seperti misalnya: hak cipta, paten, surat piutang, daftar pajak, daftar pemegang saham, kontrak, notulen rapat pimpinan puncak, dan sebagainya. Arsip dinamis vital harus diamankan dan dilindungi dari ancaman bencana seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, angin puting beliung, lumut, tikus, serangga, debu, maupun pencurian. Perlindungan dapat berwujud penyimpanan dalam almari tahan api atau almari besi, pembuatan duplikasi, atau pemencaran. Selain pencegahan terhadap terjadinya bencana, buku ini memaparkan tindakan yang perlu dilakukan bila arsip dinamis benar-benar mengalami kerusakan sebagai akibat terjadinya bencana seperti tersebut di atas.
            Seperti diketahui, arsip dinamis terdiri dari dua kategori, yakni arsip dinamis aktif dan arsip dinamis inaktif. Jika arsip dinamis aktif telah dibahas di Bagian 2, tentang arsip dinamis inaktif meliputi penyimpanan, penilaian (appraisal), jadwal retensi serta pemusnahannya, dibicarakan di Bagian 4 buku ini. Arsip dinamis inaktif disimpan di Records Center (Pusat Arsip dinamis), menggunakan boks yang bentuknya telah dibakukan, serta rak-rak dan almari yang bentuk dan ukurannya sesuai dengan jenis arsip yang disimpan. Sebuah Records Center dianggap baik dilihat dari kemampuan temu balik arsip dinamisnya. Proses penilaian arsip dinamis (appraisal) akan menghasilkan Jadwal Retensi Arsip (JRA), yakni daftar yang menyatakan berapa lama arsip dinamis inaktif disimpan. Pembuatan Jadwal Retensi Arsip tersebut memerlukan wawasan luas serta kajian mendalam tentang berbagai nilai kegunaan arsip bersangkutan. Terdapat nilai guna primer, yakni: nilai guna administratif, nilai guna fiskal, nilai guna hukum, dan nilai guna historis. Selain itu terdapat nilai guna sekunder, yaitu: nilai guna kebuktian dan nilai guna informasional. Jika telah jatuh waktu dan arsip dinamis inaktif tidak diperlukan lagi oleh instansi/perusahaan, arsip-arsip tersebut dapat dimusnahkan, dengan cara pencacahan, pembakaran, pemusnahan kimiawi, atau pembuburan. Dalam kegiatan pemusnahan perlu dibuat berita acara pemusnahan.
            Meskipun buku ini pada dasarnya membahas tentang pengelolaan arsip dinamis, namun dalam  Bagian 5 disinggung sedikit tentang administrasi arsip statis, karena setelah proses penilaian (appraisal) terdapatlah kategori arsip yang harus dimusnahkan bila sudah jatuh waktu, dan arsip-arsip yang harus diserahkan ke depo arsip statis karena mempunyai nilai historis, hukum, ilmu pengetahuan dan sebagainya seperti telah disebutkan di atas. Arsip memberikan informasi menyangkut filsafat, kebijakan, kinerja, produk, dan orang-orang dari sebuah badan korporasi/institusi. Keberadaan arsip statis memungkinkan para peneliti dan sejarahwan memperoleh informasi yang diperlukan bagi penelitian yang dilakukannya.
            Buku ini dilengkapi dengan glosarium yang dapat membantu pembaca dalam memahami istilah-istilah, serta indeks yang memudahkan pembaca mencari letak halaman yang memuat kata-kata tertentu. Sesuai dengan judul buku ini, yakni sebuah pengantar, pemaparannya lebih bersifat teoritis. Maka untuk aplikasi praktisnya, sebuah institusi bisa menerapkan dan mengembangkan sesuai dengan fungsi dan kegiatan lembaga masing-masing.
            Buku ini semula dipersiapkan untuk diktat kuliah pada program diploma kearsipan. Meskipun telah mengalami editing, masih kentara nuansa diktat dalam uraiannya yang sangat detil dan penuh definisi. Di satu sisi, hal di atas menguntungkan bagi keluasan pengertian, namun di sisi lain buku ini menjadi terasa rigid. Namun di tengah langkanya buku-buku tentang kearsipan, buku ini adalah salah satu buku yang sangat baik untuk memahami arsip dinamis dan ditulis oleh orang yang kompeten di bidangnya. Buku ini selain berguna bagi mahasiswa prodi kearsipan juga sangat bermanfaat bagi arsiparis dan petugas arsip di instansi pemerintah maupun swasta terutama yang berkecimpung dalam pengelolaan arsip dinamis.
http://arsip.ugm.ac.id/buletindetil.php?id=56

Senin, 28 Maret 2011

MENJADIKAN ARSIP SEBAGAI ASSET BERHARGA

Dalam pengertian luas, arsip dapat dikatakan sebagai catatan atau dokumen, ia merupakan saksi bisu dari suatu peristiwa dan bukti otentik untuk mencari keadilan dalam masyarakat. Bentuk catatan dan dokumen itu bisa bermacam-macam, namun yang terpenting harus memiliki nilai orsinalitas serta keotentikan yang tinggi sehingga ia menjadi sumber acuan terpercaya. Arsip bahkan dapat membentuk suatu keyakinan akan sebuah fakta sejarah yang diyakini masyarakat artinya, arsip dapat menentukan bagaimana masyarakat memandang ideologi,kepatuhan kepada pemimpin negara dan berpartisipasi dalam politik,ekonomi,hukum,sosial,budaya dll. Tetapi persoalannya, bagaimana dengan kesadaran mengenai kearsipan di indonesia ? Berbagai fenomena yang kerap terjadi dan berhubungan erat dengan masalah arsip  menunjukkan bahwa kesadaran mengenai arsip bagi bangsa kita masih rendah. Bahkan, dalam tingkatan pemerintah, kecenderungan ini kadang sangat menonjol.
Bisa kita bayangkan, jika tiap pegawai yang terlibat dalam instansi pemerintah menganggap arsip sebagai sesuatu yang tidak penting, maka pada tingkatan masyarakat tentunya akan lebih parah lagi. Dan tentu saja pendapat ini ibarat sebuah hipotesis, tanpa bermaksud mendahului penelitian ilmiah yang harusnya menjadi pondasi untuk menentukan tingkat kesadaran kearsipan, baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat secara umum. Namun asumsi ini menurut penulis sekali lagi sangat beralasan jika kita merujuk pada pengalaman yang sering terjadi.
Budaya menyimpan dokumen dan arsip bagi masyarakat indonesia masih rendah. Arsip ibarat barang kelas dua , dianggap tidak berharga, tidak berguna dan sepele. Sehingga arsip terkadang hanya asesoris yang menghiasi ruangan kantor atau kamar dalam sebuah rumah. Diiletakan sembarangan, tercecer dimana-mana. Bahkan sebagian dibuang atau menunggu giliran untuk disingkirkan tanpa harus berfikir dua kali. Dan akhirnya  kita sering terlambat menyadari dan baru merasakan penyesalan ketika kita memerlukan sebuah arsip untuk suatu kepentingan tertentu (yang dulu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak berguna).
Kesadaran mengenai arsip memang belum membudaya di Indonesia. Padahal jika kita mengambil pelajaran dari pemerintah kolonial Belanda, seharusnya banyak fakta sejarah dan dokumen yang dapat kita gunakan untuk berbagai keperluan pada saat ini. Jika kita telusuri ke museum-museum, maka kita akan banyak menemukan arsip hasil pendataan Belanda/VOC. Seperti halnya surat perjajian antara raja-raja nusantara dengan VOC, mengenai usaha pertanian dan perkebunan, hinga tanggal pertempuran berikut jumlah pasukan dan korban mati serta luka-luka. Pemerintah kolonial dengan sedemikian rupa telah mencatat lintasan sejarahnya di Nusantara dengan sangat rapih. Bahkan, gambar-gambar rancangan bangunan di jaman Belanda yang berumur ratusan pun disimpan dengan baik.
Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, disebutkan bahwa arsip adalah naskah atau catatan yang tanggungjawab pengelolaannya ada pada pemerintah. Arsip merupakan dokumen negara yang otentik dan kredibel sebagai bukti utama bagi pelaksana pemerintah dan pembangunan. Arsip berfungsi sebagai mmori kolektif dan bukti jati diri bangsa serta bahan pertanggungjawaban nasional, yang pada gilirannya diwariskan kepada generasi mendatang dan dipergunakan serta dimanfatkan seluas-luasnya untuk kemaslahatan bangsa.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 juga mengamanatkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) agar menertibkan penyelenggaraan arsip dinamis dan wajib menyimpan, memelihara dan menyelamatkan arsip statis, baik dari lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerintah, maupun dari swasta, dan perorangan. Khasanah arsip yang ada di ANRI terbagi menjadi lima periode yang meliputi periode lebih dari 400 tahun. Sejak berdirinya VOC pada tahun 1602 hingga saat ini.
Sistem informasi pengelolaan arsip berbasis teknologi informasi dan komuniasi (SIPATI) serta sistem jaringan informasi  kearsipan nasional (SIJKN) yang handal yang dikelola secara fungsional dan profesional mrupakan bagian terpadu untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berkesinambungan dan terselamatkannya arsip sebagai memori kolektif dan warisan budaya bangsa. Teknologi informasi ini tentunya didukung kemampuan sumber daya manusianya yang memenuhi.
Tidak ada kata terlambat untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya arsip bagi kita. Mulailah membiasakan diri untuk menyimpan berbagai arsip secara rapih dan teratur, dan disesuaikan dengan isinya, baik dirumah maupun  ditempat kerja kita. Dari hal-hal kecil sekalipun. Apabila semua orang, lembaga pemerintah atau swasta menyadari bahwa arsip adalah sama dengan aset, maka secara tidak langsung kita telah menumbuhkembangkan potensi yang kita miliki, dan terbiasa mengevaluasi diri dan mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya (baik dalam urusan pekerjaan maupun keluarga) dengan didasari data otentik serta membantu menyiapkan pembangunan berkelanjutan di segala bidang. (Dikutip dari majalah Gema Kearsipan :  tulisan dari Dedy Rahmat,S.IP.M.Si)
http://bapusipda.jabarprov.go.id/?action=News&id=65&page=1

Kearsipan Sastra Digital

Masyarakat Indonesia telah mengalami suatu perkembangan kebudayaan yang teramat cepat. Saat ini, kita sudah sampai pada budaya multi-media (digital) yang didukung peralatan canggih bernama teknologi. Mungkin, ada banyak di antara kita yang berbisik ragu, “masyarakat Indonesia melompati satu fase kebudayaan”. Lompatan kebudayaan yang dimaksud dilihat dari fase kebudayaan yang diawali dengan kebudayaan lisan, tulis dan digital. Budaya lisan telah terlewati dengan baik, dengan kemunculan berbagai karya sastra lisan yang berkembang di desa-desa berbentuk Mocopat dan Tembang (Kidung).Budaya menulis ini, yang menurut kalangan akademisi, telah terjadi lompatan dari lisan ke digital. Pendapat yang mengatakan kalau sebenarnya masyarakat kita belum kenyang dengan budaya tulis, dan langsung menghambur ke budaya digital. Sebelum terlalu banyak kita membicarkan mengenai adanya lompatan kebudayaan, ada baiknya kalau kita sama-sama menenggok ke masa lalu. Masa di mana saat Babad Tanah Jawa dituliskan, lalu menilik Serat Centhini yang disusun oleh Ranggasutrasna Dkk., Serat Kalatidha-nya Raden Ngabehi Ranggawarsita dan serentetan karya sastra lain yang masih banyak.
Kalau sudah demikian, apa kita masih bisa mengganggap kalau masyarakat kita mengalami loncatan budaya?
Bertumpuk karya sastra lama dalam berbahagai bahasa (Arab Melayu, Sansekerta, Jawa, Jawa Kawi) telah tertuliskan. Di ketika itu memang tidak ada media penerbitan seperti zaman kita sekarang, hanya beberapa salinan yang dimiliki orang-orang tertentu. Akantetapi, sungguh tidak bijak kalau kita langsung mengatakan, telah terjadi lompatan budaya. Sebab, secara tidak langsung kita sudah menghapus jasa para pendahulu yang telah menciptakan karya sastra yang terkenal sampai ke manca-nusantara. Menyimak keberadaan karya sastra lama memberikan saya keyakinan, kalau budaya tulis bangsa kita sudah matang dan itu terjadi jauh di masa lampau.
Tidak harus kaget ketika setelah teknologi melimpah dan masyarakat langsung menjadikan budaya digital sebagai alternatif dalam mengembangkan diri. Ini budaya digital yang keberlangsungannya didukung karena faktor perkembangan manusia Indonesia itu sendiri.
Dalam budaya digital ini, arus pemikiran ikut berkembang seiring dengan pemakai teknologi internet yang terus bertambah. Di dalam tubuh budaya digital mengandungi banyak nilai positif yang memuat khasanah ilmu pengetahuan. Jikalau kita berhadapan dengan suatu permasalahan, orang yang familiar dengan internet akan langsung mengatakan: “Tanya saja pada Mbah Google.” Google sebagai salah satu mesin perambah telah dianggap layaknya seorang dukun yang mengetahui berbagai hal. Google hadir sebagai dukunnya masyarakat Indonesia modern yang dalam budaya digital.
Saya rasa, Mbah Google memang dukun dan profesor dengan multi pengetahuan yang luar biasa.
Kebudayaan digital ternyata juga menjawab tantangan kehidupan mengenai tantangan kesusastraan Indonesia. Banyak user yang memanfaatkan hasil kebudayaan ini untuk berkomunikasi dan sosialisasi pemikiran kepada khalayak luas. Lebih luas lagi, karena hasil budayaan digital tidak terbatasi selain dengan bahasa. Jadi, memang benar kalimat bijak ini: “Die Grenzen meiner sprache bedeuten die Grenzen meiner weit’ (Batas bahasaku adalah batas duniaku”.
Akantetapi kita tidak perlu merisaukan keterbatasan bahasa kita, sebab Mbah Google juga siap berperan menjadi penerjemah. Seperti dukun yang menjembatani manusia dengan dunia ghaib. Sungguh media ini memberikan kita solusiyang murah dan juga ada yang gratis. Seperti saya dalam memanfaatkan gratisan untuk http://phenomenologyinstitute.wordpress.com, mengatasi berbagai kendala penerbitan yang tersangkut kondisi finansial.
Untuk masalah kesusastraan Indonesia kita akan menemukan situs http://sastra-indonesia.com yang kontennya terbarui setiap hari dengan kebaruan tulisan dan juga pemikiran. PuJa atau Pustaka Pujangga yang dimotori dan dikelola oleh seorang penyair dari Lamongan menghadirkan media sastra-indonesia.com sebagai media sastra independen yang merdeka untuk bereksplorasi kreativitas. Kehadiran media ini selayaknya angin segar, menjadi sumbangan besar bagi perkembangan sastra Indonesia. Saya pikir, para kritikus sastra dan sejarawan sastra perlu untuk mengucapkan sekedar “terima kasih” kepada Pustaka Pujangga sebagai pengelola sastra-indonesia.com mengingat gerakan media ini telah melakukan kegiatan pengarsipan pemikiran sastra.
Dengan tanpa lelah, Pustaka Pujangga menelusuri setiap tulisan yang berhubungan dengan sastra dan budaya, untuk kemudian dihimpun di dalam satu wadah. Tulisan mengenai kesusastraan dari berbagai media, entah itu media massa cetak maupun online yang tercecer di berbagai tempat oleh Pustaka Pujangga dikumpulkan menjadi satu.
Sastra-indonesia.com apabila diibaratkan sebuah gudang atau toko kesusastraan, dia adalah yang terlengkap. Memuat berbagai karya sastra yang berceceran demi terkumpul dalam satu lemari arsip untuk memudahkan para pembaca sastra. Kehadiran sastra-indonesia.com sebagai kearsipan sastra digital nasional Indonesia perlu mendapatkan penghormatan tersendiri. Bagaimana tidak, jika Pustaka Pujangga yang merogoh keuangan pribadi demi terciptanya media umum mengenai sastra yang jauh dari pemikiran mengenai untung dan rugi. Sastra-indonesia.comnya Pustaka Pujangga memiliki tujuan yang lebih besar ketimbang untung dan rugi dalam hitungan rupiah, yaitu menjadi lemari arsip bagi kesusastraan Indonesia yang saat ini terseok-seok dipinggirkan pasar.
Pustaka Pujangga (Nurel Javissyarqi) layak untuk disandingkan dengan Paus Kesusastraan Indonesia H.B. Jassin yang sama-sama memiliki keinginan luhur untuk kesusastraan Indonesia. Seumpamanya, besok pagi Pustaka Pujangga meninggal dunia, apakah ada seorang Pustaka Pujangga (Nurel Javissyarqi) yang lain, yang mau mengorbankan waktu, tenaga, uang, dan pikiran untuk bekerja sosial melakukan pengarsipan tanpa memperhitungkan untung dan rugi? Saya teramat sangsi!
Bantul – Studio SDS Fictionbooks, Jumat Pon, 11 Maret 2011