welcome to LagiLagi Archive

Welcome to lagilagi Archive
ini adalah blog emmi yang penuh akan berbagai macam arsip :)
yaa bareng-bareng mengenal tentang arsip lebih dekat,,
so, ayookk kita tak ada salahnya belajar bareng tentang arsip :)
saling koreksi juga yahh :))
makasih yang udahh pada buka blog emii n saya terima kritik dan saran dari kalian semua :)
matursuwun :))

Rabu, 30 Maret 2011

Sejarah Singkat Program Diploma Kearsipan

Pada akhir tahun 1993 sampai awal tahun 1994-an beberapa dosen Jurusan Sejarah telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan pejabat-pejabat ANRI dan Kepala Kantor Arsip DIY untuk mempersiapkan pendirian Program Diploma Kearsipan, Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) UGM. Kemudian  disusul dengan serangkaian pertemuan dengan pejabat-pejabat UGM untuk menindaklanjuti usulan pendirian program diploma tersebut. Akhirnya, dengan  dikeluarkannya SK DIKTI nomor 205/DIKTI/Kep/ 1994 tanggal 28 Juli 1994, secara resmi program diplojma kearsipan dibuka.

Adapun tokoh-tokoh  pendiri Program Diploma Kearsipan adalah sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Djoko Suryo (pada saat proses pendirian Program Diploma Kearsipan, beliau menjabat
Dekan  Fakultas Sastra UGM dan saat ini, 2005, beliau menjabat Kepala Pusat Studi Korea UGM)
 
 
 
2. Drs. Dharmono Hardjowijono (pada saat proses pendirian Program Diploma beliau adalah  dosen jurusan sejarah dan saat ini beliau aktif mengajar  Bahasa Belanda di Pasca sarjana UGM)
 
 
3. Drs. Djoko Utomo, M.A. (pada saat proses pendirian Program Diploma beliau menjabat
Deputy Bidang Konservasi dan saat ini, 2005, menjabat Kepala ANRI). Selain itu, beliau
mengajar di Program Diploma Kearsipan sejak Program diploma Kearsipan dibuka sampai sekarang.


4. M. Asichin, S.H. (Pada saat proses pendirian Program Diploma Kearsipan beliau menjabat Kepala ANRIWIL Jawa Tengah dan saat ini, 2005, menjabat Deputy Bidang Konservasi ANRI. Selain itu, beliau juga mengajar di Program Diploma Kerasipan sejak program diploma berdiri sampai sekarang.



5.  Drs. Mudjono NA (pada saat proses pendirian program diploma kearsipan beliau menjabat
Kepala Kantor Arsip DIY dan tahun 1999 beliau tidak aktif lagi mengajar di program diploma
kearsipan karena kesibukannya sebagai Asisten III sekretaris daerah DIY dan pjs. Bupati Bantul.
Beliau wafat pada tanggal .......



Tujuan pendidikan Program Diploma Kerasipan:
1.     Memberikan kesempatan kepada mereka yang sudah bekerja dalam bidang administrasi    perkantoran untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian profesional.
2.     Mendidik para lulusan SMU/SMK menjadi calon tenaga kearsipan tingkat Madya yang profesional dan berwawasan akademik
3.     Mendidik tenaga terampil dalam Manajemen Arsip Dinamis (Records Management) dan Manajemen Arsip Statis (Archives Administration).
http://kearsipan.fib.ugm.ac.id/profil.htm

Selasa, 29 Maret 2011

MEMAHAMI DAN MENGELOLA ARSIP DINAMIS

Sulistyo-Basuki, Manajemen Arsip Dinamis, Pengantar memahami dan mengelola informasi dan dokumen (PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003), 410 halaman termasuk glosarium dan indeks. 

Terdapat perbedaan pengertian antara records dan archives. Masyarakat awam selama ini sering tidak memahami perbedaan dua pengertian tersebut. Bahkan sebagian buku masih ada yang menggunakan istilah arsip begitu saja padahal yang dimaksudkan adalah arsip dinamis. Dalam konteks Anglo-Saxon terdapat pemisahan antara records dengan archives, maka dalam bahasa Indonesia pengertian records dikenal sebagai arsip dinamis sedangkan archives dikenal sebagai arsip statis. “Arsip dinamis merupakan dokumen yang masih digunakan untuk keperluan pengambilan keputusan sedangkan arsip statis merupakan dokumen yang disimpan permanen karena alasan historis, administratif, hukum dan ilmu pengetahuan namun tidak lagi digunakan dalam kegiatan sehari-hari”. Buku ini membahas pemahaman dan pengelolaan arsip dinamis, mulai dari tahap penciptaan dan penerimaan sampai pemusnahannya.
            Bagian 2 membahas tentang seluk-beluk pengelolaan arsip dinamis aktif, meliputi antara lain: manajemen berbagai macam dokumen, metode pemberkasan, klasifikasi dan pengindeksan untuk temu balik, manajemen arsip dinamis kertas, serta manajemen arsip dinamis elektronik. Mengenai metode pemberkasan, diuraikan dua metode, yakni metode pemberkasan sistem abjad dan metode pemberkasan nonabjad. Sebuah instansi atau perusahaan tentu menciptakan dan menerima arsip dinamis sebagai bagian dari kegiatannya. Arsip-arsip tersebut harus disimpan dengan sistem tertentu agar bila sewaktu-waktu diperlukan dapat diketemukan dengan cepat.          
Mengenai metode pemberkasan telah banyak dijumpai pada buku-buku tentang manajemen kearsipan. Demikian pula mengenai klasifikasi dan pengindeksan untuk temu balik. Klasifikasi merupakan pengelompokan atau pengkategorian arsip dinamis dalam susunan tertentu ke dalam unit temu balik. Pengelompokan tersebut bisa berdasarkan aktivitas atau fungsi instansi/perusahaan atau subjek yang terkandung dalam arsip dinamis. Tentang manajemen arsip dinamis kertas, suatu instansi atau perusahaan harus menyediakan tempat penyimpanan arsip dinamis yang sesuai dengan kondisi instansi/perusahaan yang bersangkutan. Ada tiga model penyimpanan arsip dinamis, yakni sistem penyimpanan terpusat, desentralisasi, dan gabungan kedua sistem, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Di dalam buku ini dipaparkan mengenai perencanaan ruangan untuk menyimpan, peralatan yang digunakan, serta cara menyimpan dengan sistem tertentu, seperti indeks, kode, rujukan silang dan sebagainya.
            Seiring perkembangan teknologi, pada saat ini semakin banyak tercipta dokumen elektronik, sehingga pengolahannya menjadi prioritas pada banyak badan korporasi. Penyimpanan dokumen dalam media optik dan magnetis memungkinkan menyimpan data dalam jumlah besar dalam media berukuran kecil. Manajemen dokumen elektronik diperlukan karena dua alasan. Pertama, semakin banyaknya volume dokumen elektronik, dan kedua, lingkungan tempat karyawan bekerja yang sangat tersebar menyebabkan terjadinya pengurangan kualitas manajemen dokumen. Buku ini membahas tentang sistem pencitraan digital yang dianggap memiliki beberapa keuntungan daripada sistem pencitraan microfilm maupun dokumen kertas. Komponen olah pada sistem pencitraan digital meliputi (1) penangkapan dokumen, (2) registrasi dan pengindeksan citra dokumen, (3) penyimpanan citra dokumen, dan (4) temu balik dokumen, pemaparan, dan pencetakan.
            Bagian 3 buku ini membicarakan tentang administrasi program manajemen arsip dinamis, meliputi pengamanan arsip dinamis, arsip dinamis vital, pencegahan bencana dan pemulihan arsip dinamis, serta perlengkapan penyimpanan. Pada dasarnya arsip dinamis bersifat tertutup yaitu hanya dapat diakses oleh yang berwenang atau yang memperoleh ijin dari yang berwenang. Dalam hal ini perlu memahami konsep privasi dan hak informasi. Penyakit, kehidupan seks, dan keuangan adalah sebagian contoh kehidupan privasi seseorang yang tidak boleh disebarluaskan tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Di sisi lain, terdapat pula hak individu untuk memperoleh informasi dari badan publik/pemerintahan, meskipun hak informasi tersebut juga ada batasnya, yakni sepanjang informasi tersebut tidak membahayakan keamanan negara. Sehubungan dengan itu, perlu penyusunan kebijakan dan prosedur keamanan informasi, dan prosedur tersebut perlu dituangkan dalam bentuk tertulis.
            Arsip dinamis vital ialah arsip dinamis yang penting bagi kegiatan instansi/badan korporasi, seperti misalnya: hak cipta, paten, surat piutang, daftar pajak, daftar pemegang saham, kontrak, notulen rapat pimpinan puncak, dan sebagainya. Arsip dinamis vital harus diamankan dan dilindungi dari ancaman bencana seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, angin puting beliung, lumut, tikus, serangga, debu, maupun pencurian. Perlindungan dapat berwujud penyimpanan dalam almari tahan api atau almari besi, pembuatan duplikasi, atau pemencaran. Selain pencegahan terhadap terjadinya bencana, buku ini memaparkan tindakan yang perlu dilakukan bila arsip dinamis benar-benar mengalami kerusakan sebagai akibat terjadinya bencana seperti tersebut di atas.
            Seperti diketahui, arsip dinamis terdiri dari dua kategori, yakni arsip dinamis aktif dan arsip dinamis inaktif. Jika arsip dinamis aktif telah dibahas di Bagian 2, tentang arsip dinamis inaktif meliputi penyimpanan, penilaian (appraisal), jadwal retensi serta pemusnahannya, dibicarakan di Bagian 4 buku ini. Arsip dinamis inaktif disimpan di Records Center (Pusat Arsip dinamis), menggunakan boks yang bentuknya telah dibakukan, serta rak-rak dan almari yang bentuk dan ukurannya sesuai dengan jenis arsip yang disimpan. Sebuah Records Center dianggap baik dilihat dari kemampuan temu balik arsip dinamisnya. Proses penilaian arsip dinamis (appraisal) akan menghasilkan Jadwal Retensi Arsip (JRA), yakni daftar yang menyatakan berapa lama arsip dinamis inaktif disimpan. Pembuatan Jadwal Retensi Arsip tersebut memerlukan wawasan luas serta kajian mendalam tentang berbagai nilai kegunaan arsip bersangkutan. Terdapat nilai guna primer, yakni: nilai guna administratif, nilai guna fiskal, nilai guna hukum, dan nilai guna historis. Selain itu terdapat nilai guna sekunder, yaitu: nilai guna kebuktian dan nilai guna informasional. Jika telah jatuh waktu dan arsip dinamis inaktif tidak diperlukan lagi oleh instansi/perusahaan, arsip-arsip tersebut dapat dimusnahkan, dengan cara pencacahan, pembakaran, pemusnahan kimiawi, atau pembuburan. Dalam kegiatan pemusnahan perlu dibuat berita acara pemusnahan.
            Meskipun buku ini pada dasarnya membahas tentang pengelolaan arsip dinamis, namun dalam  Bagian 5 disinggung sedikit tentang administrasi arsip statis, karena setelah proses penilaian (appraisal) terdapatlah kategori arsip yang harus dimusnahkan bila sudah jatuh waktu, dan arsip-arsip yang harus diserahkan ke depo arsip statis karena mempunyai nilai historis, hukum, ilmu pengetahuan dan sebagainya seperti telah disebutkan di atas. Arsip memberikan informasi menyangkut filsafat, kebijakan, kinerja, produk, dan orang-orang dari sebuah badan korporasi/institusi. Keberadaan arsip statis memungkinkan para peneliti dan sejarahwan memperoleh informasi yang diperlukan bagi penelitian yang dilakukannya.
            Buku ini dilengkapi dengan glosarium yang dapat membantu pembaca dalam memahami istilah-istilah, serta indeks yang memudahkan pembaca mencari letak halaman yang memuat kata-kata tertentu. Sesuai dengan judul buku ini, yakni sebuah pengantar, pemaparannya lebih bersifat teoritis. Maka untuk aplikasi praktisnya, sebuah institusi bisa menerapkan dan mengembangkan sesuai dengan fungsi dan kegiatan lembaga masing-masing.
            Buku ini semula dipersiapkan untuk diktat kuliah pada program diploma kearsipan. Meskipun telah mengalami editing, masih kentara nuansa diktat dalam uraiannya yang sangat detil dan penuh definisi. Di satu sisi, hal di atas menguntungkan bagi keluasan pengertian, namun di sisi lain buku ini menjadi terasa rigid. Namun di tengah langkanya buku-buku tentang kearsipan, buku ini adalah salah satu buku yang sangat baik untuk memahami arsip dinamis dan ditulis oleh orang yang kompeten di bidangnya. Buku ini selain berguna bagi mahasiswa prodi kearsipan juga sangat bermanfaat bagi arsiparis dan petugas arsip di instansi pemerintah maupun swasta terutama yang berkecimpung dalam pengelolaan arsip dinamis.
http://arsip.ugm.ac.id/buletindetil.php?id=56

Senin, 28 Maret 2011

MENJADIKAN ARSIP SEBAGAI ASSET BERHARGA

Dalam pengertian luas, arsip dapat dikatakan sebagai catatan atau dokumen, ia merupakan saksi bisu dari suatu peristiwa dan bukti otentik untuk mencari keadilan dalam masyarakat. Bentuk catatan dan dokumen itu bisa bermacam-macam, namun yang terpenting harus memiliki nilai orsinalitas serta keotentikan yang tinggi sehingga ia menjadi sumber acuan terpercaya. Arsip bahkan dapat membentuk suatu keyakinan akan sebuah fakta sejarah yang diyakini masyarakat artinya, arsip dapat menentukan bagaimana masyarakat memandang ideologi,kepatuhan kepada pemimpin negara dan berpartisipasi dalam politik,ekonomi,hukum,sosial,budaya dll. Tetapi persoalannya, bagaimana dengan kesadaran mengenai kearsipan di indonesia ? Berbagai fenomena yang kerap terjadi dan berhubungan erat dengan masalah arsip  menunjukkan bahwa kesadaran mengenai arsip bagi bangsa kita masih rendah. Bahkan, dalam tingkatan pemerintah, kecenderungan ini kadang sangat menonjol.
Bisa kita bayangkan, jika tiap pegawai yang terlibat dalam instansi pemerintah menganggap arsip sebagai sesuatu yang tidak penting, maka pada tingkatan masyarakat tentunya akan lebih parah lagi. Dan tentu saja pendapat ini ibarat sebuah hipotesis, tanpa bermaksud mendahului penelitian ilmiah yang harusnya menjadi pondasi untuk menentukan tingkat kesadaran kearsipan, baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat secara umum. Namun asumsi ini menurut penulis sekali lagi sangat beralasan jika kita merujuk pada pengalaman yang sering terjadi.
Budaya menyimpan dokumen dan arsip bagi masyarakat indonesia masih rendah. Arsip ibarat barang kelas dua , dianggap tidak berharga, tidak berguna dan sepele. Sehingga arsip terkadang hanya asesoris yang menghiasi ruangan kantor atau kamar dalam sebuah rumah. Diiletakan sembarangan, tercecer dimana-mana. Bahkan sebagian dibuang atau menunggu giliran untuk disingkirkan tanpa harus berfikir dua kali. Dan akhirnya  kita sering terlambat menyadari dan baru merasakan penyesalan ketika kita memerlukan sebuah arsip untuk suatu kepentingan tertentu (yang dulu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak berguna).
Kesadaran mengenai arsip memang belum membudaya di Indonesia. Padahal jika kita mengambil pelajaran dari pemerintah kolonial Belanda, seharusnya banyak fakta sejarah dan dokumen yang dapat kita gunakan untuk berbagai keperluan pada saat ini. Jika kita telusuri ke museum-museum, maka kita akan banyak menemukan arsip hasil pendataan Belanda/VOC. Seperti halnya surat perjajian antara raja-raja nusantara dengan VOC, mengenai usaha pertanian dan perkebunan, hinga tanggal pertempuran berikut jumlah pasukan dan korban mati serta luka-luka. Pemerintah kolonial dengan sedemikian rupa telah mencatat lintasan sejarahnya di Nusantara dengan sangat rapih. Bahkan, gambar-gambar rancangan bangunan di jaman Belanda yang berumur ratusan pun disimpan dengan baik.
Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, disebutkan bahwa arsip adalah naskah atau catatan yang tanggungjawab pengelolaannya ada pada pemerintah. Arsip merupakan dokumen negara yang otentik dan kredibel sebagai bukti utama bagi pelaksana pemerintah dan pembangunan. Arsip berfungsi sebagai mmori kolektif dan bukti jati diri bangsa serta bahan pertanggungjawaban nasional, yang pada gilirannya diwariskan kepada generasi mendatang dan dipergunakan serta dimanfatkan seluas-luasnya untuk kemaslahatan bangsa.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 juga mengamanatkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) agar menertibkan penyelenggaraan arsip dinamis dan wajib menyimpan, memelihara dan menyelamatkan arsip statis, baik dari lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerintah, maupun dari swasta, dan perorangan. Khasanah arsip yang ada di ANRI terbagi menjadi lima periode yang meliputi periode lebih dari 400 tahun. Sejak berdirinya VOC pada tahun 1602 hingga saat ini.
Sistem informasi pengelolaan arsip berbasis teknologi informasi dan komuniasi (SIPATI) serta sistem jaringan informasi  kearsipan nasional (SIJKN) yang handal yang dikelola secara fungsional dan profesional mrupakan bagian terpadu untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berkesinambungan dan terselamatkannya arsip sebagai memori kolektif dan warisan budaya bangsa. Teknologi informasi ini tentunya didukung kemampuan sumber daya manusianya yang memenuhi.
Tidak ada kata terlambat untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya arsip bagi kita. Mulailah membiasakan diri untuk menyimpan berbagai arsip secara rapih dan teratur, dan disesuaikan dengan isinya, baik dirumah maupun  ditempat kerja kita. Dari hal-hal kecil sekalipun. Apabila semua orang, lembaga pemerintah atau swasta menyadari bahwa arsip adalah sama dengan aset, maka secara tidak langsung kita telah menumbuhkembangkan potensi yang kita miliki, dan terbiasa mengevaluasi diri dan mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya (baik dalam urusan pekerjaan maupun keluarga) dengan didasari data otentik serta membantu menyiapkan pembangunan berkelanjutan di segala bidang. (Dikutip dari majalah Gema Kearsipan :  tulisan dari Dedy Rahmat,S.IP.M.Si)
http://bapusipda.jabarprov.go.id/?action=News&id=65&page=1

Kearsipan Sastra Digital

Masyarakat Indonesia telah mengalami suatu perkembangan kebudayaan yang teramat cepat. Saat ini, kita sudah sampai pada budaya multi-media (digital) yang didukung peralatan canggih bernama teknologi. Mungkin, ada banyak di antara kita yang berbisik ragu, “masyarakat Indonesia melompati satu fase kebudayaan”. Lompatan kebudayaan yang dimaksud dilihat dari fase kebudayaan yang diawali dengan kebudayaan lisan, tulis dan digital. Budaya lisan telah terlewati dengan baik, dengan kemunculan berbagai karya sastra lisan yang berkembang di desa-desa berbentuk Mocopat dan Tembang (Kidung).Budaya menulis ini, yang menurut kalangan akademisi, telah terjadi lompatan dari lisan ke digital. Pendapat yang mengatakan kalau sebenarnya masyarakat kita belum kenyang dengan budaya tulis, dan langsung menghambur ke budaya digital. Sebelum terlalu banyak kita membicarkan mengenai adanya lompatan kebudayaan, ada baiknya kalau kita sama-sama menenggok ke masa lalu. Masa di mana saat Babad Tanah Jawa dituliskan, lalu menilik Serat Centhini yang disusun oleh Ranggasutrasna Dkk., Serat Kalatidha-nya Raden Ngabehi Ranggawarsita dan serentetan karya sastra lain yang masih banyak.
Kalau sudah demikian, apa kita masih bisa mengganggap kalau masyarakat kita mengalami loncatan budaya?
Bertumpuk karya sastra lama dalam berbahagai bahasa (Arab Melayu, Sansekerta, Jawa, Jawa Kawi) telah tertuliskan. Di ketika itu memang tidak ada media penerbitan seperti zaman kita sekarang, hanya beberapa salinan yang dimiliki orang-orang tertentu. Akantetapi, sungguh tidak bijak kalau kita langsung mengatakan, telah terjadi lompatan budaya. Sebab, secara tidak langsung kita sudah menghapus jasa para pendahulu yang telah menciptakan karya sastra yang terkenal sampai ke manca-nusantara. Menyimak keberadaan karya sastra lama memberikan saya keyakinan, kalau budaya tulis bangsa kita sudah matang dan itu terjadi jauh di masa lampau.
Tidak harus kaget ketika setelah teknologi melimpah dan masyarakat langsung menjadikan budaya digital sebagai alternatif dalam mengembangkan diri. Ini budaya digital yang keberlangsungannya didukung karena faktor perkembangan manusia Indonesia itu sendiri.
Dalam budaya digital ini, arus pemikiran ikut berkembang seiring dengan pemakai teknologi internet yang terus bertambah. Di dalam tubuh budaya digital mengandungi banyak nilai positif yang memuat khasanah ilmu pengetahuan. Jikalau kita berhadapan dengan suatu permasalahan, orang yang familiar dengan internet akan langsung mengatakan: “Tanya saja pada Mbah Google.” Google sebagai salah satu mesin perambah telah dianggap layaknya seorang dukun yang mengetahui berbagai hal. Google hadir sebagai dukunnya masyarakat Indonesia modern yang dalam budaya digital.
Saya rasa, Mbah Google memang dukun dan profesor dengan multi pengetahuan yang luar biasa.
Kebudayaan digital ternyata juga menjawab tantangan kehidupan mengenai tantangan kesusastraan Indonesia. Banyak user yang memanfaatkan hasil kebudayaan ini untuk berkomunikasi dan sosialisasi pemikiran kepada khalayak luas. Lebih luas lagi, karena hasil budayaan digital tidak terbatasi selain dengan bahasa. Jadi, memang benar kalimat bijak ini: “Die Grenzen meiner sprache bedeuten die Grenzen meiner weit’ (Batas bahasaku adalah batas duniaku”.
Akantetapi kita tidak perlu merisaukan keterbatasan bahasa kita, sebab Mbah Google juga siap berperan menjadi penerjemah. Seperti dukun yang menjembatani manusia dengan dunia ghaib. Sungguh media ini memberikan kita solusiyang murah dan juga ada yang gratis. Seperti saya dalam memanfaatkan gratisan untuk http://phenomenologyinstitute.wordpress.com, mengatasi berbagai kendala penerbitan yang tersangkut kondisi finansial.
Untuk masalah kesusastraan Indonesia kita akan menemukan situs http://sastra-indonesia.com yang kontennya terbarui setiap hari dengan kebaruan tulisan dan juga pemikiran. PuJa atau Pustaka Pujangga yang dimotori dan dikelola oleh seorang penyair dari Lamongan menghadirkan media sastra-indonesia.com sebagai media sastra independen yang merdeka untuk bereksplorasi kreativitas. Kehadiran media ini selayaknya angin segar, menjadi sumbangan besar bagi perkembangan sastra Indonesia. Saya pikir, para kritikus sastra dan sejarawan sastra perlu untuk mengucapkan sekedar “terima kasih” kepada Pustaka Pujangga sebagai pengelola sastra-indonesia.com mengingat gerakan media ini telah melakukan kegiatan pengarsipan pemikiran sastra.
Dengan tanpa lelah, Pustaka Pujangga menelusuri setiap tulisan yang berhubungan dengan sastra dan budaya, untuk kemudian dihimpun di dalam satu wadah. Tulisan mengenai kesusastraan dari berbagai media, entah itu media massa cetak maupun online yang tercecer di berbagai tempat oleh Pustaka Pujangga dikumpulkan menjadi satu.
Sastra-indonesia.com apabila diibaratkan sebuah gudang atau toko kesusastraan, dia adalah yang terlengkap. Memuat berbagai karya sastra yang berceceran demi terkumpul dalam satu lemari arsip untuk memudahkan para pembaca sastra. Kehadiran sastra-indonesia.com sebagai kearsipan sastra digital nasional Indonesia perlu mendapatkan penghormatan tersendiri. Bagaimana tidak, jika Pustaka Pujangga yang merogoh keuangan pribadi demi terciptanya media umum mengenai sastra yang jauh dari pemikiran mengenai untung dan rugi. Sastra-indonesia.comnya Pustaka Pujangga memiliki tujuan yang lebih besar ketimbang untung dan rugi dalam hitungan rupiah, yaitu menjadi lemari arsip bagi kesusastraan Indonesia yang saat ini terseok-seok dipinggirkan pasar.
Pustaka Pujangga (Nurel Javissyarqi) layak untuk disandingkan dengan Paus Kesusastraan Indonesia H.B. Jassin yang sama-sama memiliki keinginan luhur untuk kesusastraan Indonesia. Seumpamanya, besok pagi Pustaka Pujangga meninggal dunia, apakah ada seorang Pustaka Pujangga (Nurel Javissyarqi) yang lain, yang mau mengorbankan waktu, tenaga, uang, dan pikiran untuk bekerja sosial melakukan pengarsipan tanpa memperhitungkan untung dan rugi? Saya teramat sangsi!
Bantul – Studio SDS Fictionbooks, Jumat Pon, 11 Maret 2011

Sabtu, 26 Maret 2011

MEMBANGUN PRIBADI ARSIPARIS



Pendahuluan
Arsiparis, adalah sebuah profesi dalam bidang kearsipan. Di Indonesia, profesi sebagai arsiparis mendapat tempat di hati sebagian masyarakat, terutama para akademisi lulusan program studi kearsipan dari berbagai perguruan tinggi. Begitu pula bagi para sejarawan  dan para pemerhati kearsipan.  Namun bagi sebagian masyarakat yang lain, profesi ini terkesan membosankan, melelahkan, bahkan menakutkan. Masyarakat awam menganggap bahwa arsip itu kotor, dan sulit untuk disimpan dan ditemukan kembali, sehingga arsiparis pun akan bekerja di tempat yang kotor, dipusingkan oleh penumpukan, kehabisan tempat untuk menyimpan, berbagai alasan penurunan kesehatan, sering dimarahi atasan karena lama dalam menemukan arsip yang dibutuhkan, dan banyak hal lain lagi. Selain itu, banyak juga anggapan bahwa pendapatan maupun penghargaan yang diterima tidak sebanding dengan tanggung jawab seorang arsiparis.
Sementara itu, orang-orang yang sedikit banyak berhubungan langsung dengan pekerjaan arsiparis, menganggap bahwa pekerjaan arsiparis sangat rumit, terutama pada pengusulan angka kredit. Banyak pekerjaan yang bernilai kredit rendah, dengan digit yang terlalu panjang, sulit dijumlahkan, dan sebagainya. Di samping itu, jabatan arsiparis terpetak petak menjadi beberapa jenjang, seperti arsiparis pelaksana, pelaksana lanjutan, dan seterusnya. Masing-masing jabatan memiliki rincian tugas berlainan. Namun ada pula beberapa rincian tugas untuk semua jenjang. Yang patut menjadi perhatian adalah, bahwa arsiparis pada suatu jenjang dapat melaksanakan rincian tugas jenjang dibawahnya dengan nilai penuh, sementara jika mengerjakan rincian tugas bagi jenjang di atasnya, maka hanya bernilai 80 %. Bahkan pada penetapan angka kredit, pekerjaan tersebut sering tidak dinilai sama sekali. Dengan demikian, semakin rendah jenjang seorang arsiparis, maka semakin sempit pula lahan pekerjaan yang benilai kredit. Padahal seorang arsiparis belum tentu tidak mampu mengerjakan bidang kerja jenjang di atasnya, dan belum tentu juga selalu mampu mengerjakan pekerjaan jenjang dibawahnya. Selain itu, tunjangan arsiparis tidaklah seberapa. Hal ini terlihat setelah dibandingkan dengan rumitnya pengusulan angka kredit. Daftar usulan penetapan angka kredit sering pula tidak berjalan mulus dan cepat, karena terjadi kemacetan dalam pengurusan berkas daftar tersebut di beberapa tempat. Kualifikasi pendidikan adalah hal lainnya yang menjadi syarat untuk menjadi seorang arsiparis pada jabatan tertentu.
Beberapa kalangan yang lain merasa senang menjadi seorang arsiparis. Mereka menikmati pekerjaan, baik karena memang suka bekerja di segala bidang, karena memiliki keahlian di bidang kearsipan,  karena mendapatkan kemudahan dalam bekerja, karena telah terbangun sistem kearsipan yang baik, karena lingkungan kerja yang menyenangkan, atau sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas diperkenankan-Nya bekerja untuk memperoleh penghasilan. Bahkan tidak sedikit orang justru ingin mencoba sesuatu yang baru, menjadi penantang sekaligus pemenang dalam pekerjaan sebagai arsiparis.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan berbagai penilaian tersebut. Beberapa orang yang menganggap bahwa arsip itu kotor dan sulit untuk disimpan dan ditemukan kembali, mereka tidaklah salah karena memang demikian adanya. Begitu juga dengan kecilnya reward dibandingkan dengan tanggung jawab.  Tetapi jika kita telusur lebih dalam, maka sebenarnya arsip yang kotor tetaplah bisa dibersihkan. Bahkan lebih baik lagi kalau ada upaya untuk menjaga agar arsip tidak kotor. Begitu juga dengan penemuan kembali dan penyimpanannya. Dengan adanya sebuah sistem, apapun dan sesederhana apapun, maka dua hal tersebut akan mudah dihindari. Dengan sebuah sistem yang dapat dibangun sendiri, atau dengan sistem yang sudah ada, maka penyimpanan dan penemuan kembali  arsip tidak lagi melelahkan. Tentang reward, adalah bersifat personal saja. Pribadi yang kuat tidak pernah memikirkan reward di depan. Bagi mereka yang penting adalah proses menuju hasil yang berkualitas.
Sementara itu, beberapa kalangan yang menilai bahwa pekerjaan arsiparis cukup rumit, dengan tunjangan profesi yang tidak seberapa, serta kaulifikasi pendidikan khusus, penilaian mereka juga tidak salah. Jika dilihat secara sekilas maupun seksama, memang demikian adanya. Tetapi kesulitan-kesulitan tersebut adalah tantangan yang tidak tak teratasi. Lagipula hambatan dan tantangan selalu muncul di segala sendi kehidupan, termasuk dalam bekerja, sebagai arsiparis atau bukan, dan bukan hal yang baik untuk berlari menjauhi atau menghindari sebuah tantangan.

Tipe-tipe karakter
                Tipe karakter pribadi seseorang dengan orang lain tidaklah selalu sama, meskipun dalam satu lingkungan kerja. Bahkan saudara kandung atau saudara kembar pun memiliki tipikal yang berbeda.
                Beberapa orang memiliki karakter suka bekerja sama. Tipe ini baik dikembangkan pada sebuah institusi yang mengedepankan kerja tim / teamwork. Banyak pekerjaan menjadi lebih ringan, teliti, dan cepat karena pekerjaan dilakukan bersama-sama. Dalam sebuah tim kerja pada umumnya akan muncul leader dengan sendirinya. Leader  dalam hal ini adalah sebuah sebuah sifat, bukan sebuah jabatan. Berbagai sifat melekat pada seorang leader, seperti kreatif dan agresif. Kreatif berarti mampu memunculkan ide-ide yang baik, sehingga mampu memunculkan sesuatu yang baru serta mampu memecahkan permasalahan dengan berbagai keterbatasan. Sedangkan agresif berarti bekerja secara cepat. Sifat tersebut sebenarnya baik, namun perlu disadari bahwa kreatifitas sering berbenturan dengan aturan yang baku. Prinsip �pakai apapun bisa� tidak selalu tepat diterapkan pada semua aspek pekerjaan. Sementara itu, agresifitas memiliki batasan yang sangat tipis dengan sifat terburu-buru. Banyak hal sia-sia karena terburu-buru. Oleh karena itu, sifat-sifat dasar yang baik seharusnya dapat berkembang seiring pendewasaan diri, serta pengalaman dalam bekerja.
                Selain leader, dalam sebuah team work dengan kesamaan bidang kerja akan muncul karakter seseorang yang bekerja dengan penuh hati-hati. Tipe ini mengedepankan kehati-hatian dalam bekerja, penuh perhitungan serta pertimbangan dalam melangkah, dalam rangka mencapai suatu hasil yang maksimal. Tipe karakter ini sangat diperlukan dalam team work untuk menghindari kesalahan dan ketergesaan dalam melangkah. Selain itu, pada umumnya mereka memiliki sifat teliti dalam bekerja. Namun begitu, tidak selamanya suatu hal membutuhkan banyak pertimbangan. Dengan terlalu banyak pertimbangan yang tidak perlu, maka suatu pekerjaan tidak dapat selesai tepat waktu.
                Tipe lain yang sering muncul adalah individualis. Orang dengan tipe ini suka menyendiri dan berpikir sendiri. Tipe ini baik dimiliki oleh seorang konseptor, untuk menghasilkan konsep-konsep pekerjaan yang baik. Konseptor yang baik akan menghasilkan konsep yang baik sekaligus analisis dampak yang ditimbulkan oleh konsepnya, serta memiliki jalan keluar dari dampak yang mungkin ditimbulkan. Namun perlu disadari pula bahwa tipe ini pada umumnya cenderung sulit bekerja sama dan sulit pula untuk menerima dan mengembangkan konsep yang lain.
                Dari beberapa tipe di atas, seorang arsiparis harus mengembangkan karakternya sendiri dengan melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing karakter, serta melihat situasi dan kondisi dalam bekerja. Ketika sebagai ketua dalam sebuah team work,  sebaiknya mengembangkan kreatifitas dan meningkatkan kecepatan kerja, namun jangan terlalu berbenturan dengan aturan yang sudah ada, serta hindari sifat tergesa-gesa. Begitu pula ketika sebagai anggota, atau yang lain. Sifat-sifat dasar tersebut tidak perlu diterapkan secara kaku, tetapi lebih baik diterapkan secara fleksibel.
               
Membangun Pribadi Arsiparis
Arsiparis adalah seorang profesional dengan tugas mulia. Beberapa orang menganggap remeh atas profesi ini. Namun yang perlu dilakukan bukanlah balas dendam, menghindar, menyerah, apalagi sakit hati. Dalam hal ini perlu adanya kepercayaan diri. Pepatah mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah kunci sukses. Arsiparis harus menjadi subyek, bukan obyek. Arsiparis harus menjadi penilai atas dirinya sendiri dan penilai profesi yang lain, bukan obyek yang dinilai, apalagi dinilai rendah. Untuk mencapainya maka harus dibangun mental berkompetisi yang kuat dan  pengembangan kepercayaan diri, yang  dapat ditingkatkan dengan memperluas pengetahuan, memenangkan sebuah kompetisi, keberhasilan dalam bekerja, dan sebagainya.
Setelah seorang arsiparis memiliki kepercayaan diri, maka hal kedua yang harus dilakukan adalah mempercantik citra diri. Siapapun yang tidak memiliki citra yang baik, maka secara otomatis tidak akan memiliki daya saing yang tinggi. Pembangunan citra meliputi tingkat pendidikan, kecakapan dan kemampuan, dan penampilan.
Tingkat pendidikan adalah sebuah hal yang sangat diperlukan dalam kompetisi profesi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin tinggi pula kesempatan untuk meraih derajat profesi yang lebih tinggi, meskipun hal ini bukanlah jaminan tingkat kecerdasan dan kemampuan seseorang dalam bekerja. Namun di Indonesia, bahkan di negara-negara maju sekalipun, kualifikasi pendidikan sangat menentukan posisi dan derajat sebuah profesi. Oleh karena itu sebaiknya seorang arsiparis berpendidikan tinggi, yang dapat diraih dari jalur akademik. Sementara itu dibutuhkan pula keseimbangan antara derajat pendidikan dan kemajuan pola pikir. Semakin tinggi derajat pendidikannya, seharusnya semakin tinggi pula pola pikirnya.
Selain tingkat pendidikan, kecakapan dan kemampuan dalam menjalankan tugas menjadi hal yang penting. Keahlian pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kearsipan perlu dipelajari, seperti komputer dan teknologi informasi. Semakin banyak keahlian yang dimiliki, semakin banyak pula aplikasi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan arsip. Misalnya penerapan sistem penemuan kembali arsip dengan program tertentu pada komputer, sistem manipulasi citra digital, dan sebagainya. Hal ini menjadi tuntutan ketika sebuah institusi kearsipan melakukan pengelolaan arsip digital. Digitalisasi arsip dimaksudkan untuk membantu dalam proses preservasi arsip aslinya.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mempercantik citra arsiparis adalah menjaga penampilan. Penampilan disini bukan saja dalam hal penampilan fisik, tetapi juga secara intelektual. Arsiparis dengan penampilan elegan akan sedikit banyak mempercantik citra diri. Secara intelektual, arsiparis yang baik akan sering banyak tampil, baik dalam hal mengemukakan pendapat, mengutarakan argumen, maupun dalam hal kepemimpinan dalam menjalankan sebuah sistem.
Kepribadian adalah sebuah sifat dasar yang tidak perlu dinilai benar atau salah, baik atau buruk, tetapi hanya perlu di kembangkan dari kurang menjadi cukup, dan dari cukup menjadi lebih. Pengembangan kepribadian dapat dilakukan dengan belajar dan bimbingan, serta dapat berkembang dengan sendirinya dengan pengalaman, baik dalam hal pengembangan potensi diri, pelaksanaan pekerjaan, maupun dalam berhubungan dengan orang lain.
Selain memiliki kepercayaan diri dan memiliki citra yang baik, seorang arsiparis hendaklah selalu mengembangkan potensi diri. Hal pertama yang menjadi dasar pengembangan potensi adalah penguasaan logika. Penanganan teknis pengelolaan arsip tidak pernah lepas dari penerapan logika. Di manapun  orang akan membuat sistem dengan naluri dan logikanya sendiri untuk menata dan menyimpan sesuatu, agar sesuatu yang disimpannya aman dan mudah ditemukan kembali. Dengan logika yang kuat seorang arsiparis dapat menemukan kelemahan sebuah sistem yang telah ada, sehingga memunculkan ide untuk memperbaiki, mengubah, atau membangun sistem baru yang lebih baik, baik dalam sistem pemberkasan, pengolahan, penyimpanan, dan sebagainya. Kadangkala orang terjebak pada sistem yang dibuatnya sendiri, akan tetapi kemampuan berpikir secara logis akan dapat memecahkannya.
Kemampuan dalam berpikir akan menumbuhkan bakat perencanaan strategi. Sebuah ungkapan mengatakan bahwa bekerja dengan lebih pintar akan lebih baik daripada bekerja dengan lebih keras. Dalam hal ini, perencanaan yang matang dalam menangani sesuatu akan lebih efektif dan efisien. Sebagai contoh pembuatan daftar berkas. Daftar berkas adalah perwakilan dari berkas.  Dari daftar ini dapat secara ringan dan cepat mengetahui berkas yang diinginkan dari tumpukan semua berkas. Sebagai contoh lain adalah pembuatan indeks buku. Buku yang memuat indeks dapat diakses informasinya dengan lebih cepat daripada buku yang tidak disertai indeks. Kata tangkap yang telah terangkum dalam daftar indeks akan sangat membantu menunjukkan informasi pada sebuah buku. Penggunaan indeks ini jelas efektif, karena pembaca tidak perlu membaca seluruh isi buku, tetapi hanya fokus pada hal yang diinginkan.
Untuk dapat merencanakan sesuatu, maka sebaiknya menggunakan waktu luang untuk selalu berpikir dan menyusun rencana. Hal ini sepintas terlihat berat, tetapi berpikir ringan pada waktu luang akan menghasilkan ide yang berbobot. Bahkan dalam situasi yang kurang menguntungkan, sebuah hal yang wajib dilakukan adalah berpikir. Ada sebuah cerita tentang sekelompok mahasiswa yang tersesat selama beberapa hari di pegunungan. Banyak hal bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan diri, namun ada satu hal yang membuat mereka selamat, yaitu berpikir.
Penguasaan medan adalah hal penting lainnya dalam pengembangan diri. Seseorang yang berjalan di malam gelap sekalipun akan sampai pada tujuan, jika dia mengetahui daerah yang aman dan daerah bahaya yang akan dilaluinya. Begitu pula sebagai arsiparis, harus mengetahui obyek pekerjaan yang akan dilkerjakannya, serta memahami sistem kerja yang akan dipakainya. Ketika seseorang atau sekelompok orang menghadapi suatu masalah, dan masalah itu dikuasai, maka titik teranglah yang akan ditemui, meskipun dalam mencapai titik terang tersebut melalui titik-titik yang paling gelap sekalipun.
  Suatu hal yang sering orang lupakan adalah pengambilan  langkah dalam sebuah kompetisi. Sebagai contoh, anak kelas satu SD belajar siang dan malam tentang pelajaran di kelasnya sepulang sekolah. Hal ini tidak salah. Tetapi hasilnya akan lain ketika seorang anak kelas satu SD, siang sepulang sekolah dia belajar pelajaran kelas satu, sedangkan malam harinya dia belajar pelajaran kelas dua, dari manapun sumber pelajarannya. Ketika anak tersebut naik ke kelas dua, maka dia minimal sudah menguasai 50 % pelajaran kelas dua. Pada saat kelas dua, dia gunakan waktu siang hari untuk belajar pelajaran kelas dua, sedangkan malam harinya dia gunakan untuk belajar pelajaran kelas tiga. Begitu juga seterusnya. Kesimpulannya adalah seorang pribadi harus selangkah lebih maju daripada kompetitor yang lain dari suatu start bersamaan, agar seseorang tersebut memiliki bekal pengalaman dan pengetahuan. Biar bagaimanapun pengalaman lebih berharga dari sebuah teori. Seorang arsiparis yang telah mencoba berbagai sistem kearsipan, seharusnya memiliki naluri kearsipan yang lebih tajam daripada seorang arsiparis yang hanya belajar di belakang meja tanpa disertai pengalaman.

Kesimpulan
Sebuah profesi, apapun itu, akan membutuhkan sebuah karakter pribadi yang  kuat, karena suatu pekerjaan pasti mengandung risiko dan tantangan. Selain itu kualitas pribadi seseorang akan menentukan proses sekaligus hasil dari sebuah perencanaan. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menyerah bahkan takut pada suatu tantangan. Manusia ditakdirkan jatuh untuk belajar berdiri kembali.
Profesi arsiparis adalah sebuah pilihan. Banyak orang, terutama masyarakat yang bekerja di lingkungan lembaga kearsipan,  berteriak bahwa arsip itu penting, tetapi disisi lain, banyak yang enggan menjadi arsiparis. Ketika merasa lelah pada pekerjaan di bidang kearsipan, beberapa orang akan meninggalkannya. Oleh karena itu muncul harapan bahwa arsiparis tidak akan merasa lelah dalam menjalankan tugasnya, sehingga teriakan-teriakan di atas akan terus menggema. Lebih jauh lagi cita-cita lembaga kearsipan, di manapun itu, akan terwujud.
Banyak hal dapat dilakukan untuk menjadi arsiparis yang handal. Semakin baik pribadi seorang arsiparis, maka rekan-rekan kerja dan pimpinan akan semakin jatuh cinta pada arsiparis tersebut. Lebih dari itu, lembaga kearsipan akan sangat beruntung jika memiliki arsiparis yang handal. Sistem kearsipan yang baik akan terwujud, sehingga dapat diwariskan kepada penerusnya. Sistem yang baik adalah sebuah sistem yang dapat dijalankan oleh siapapun tanpa kesulitan, meskipun pencipta sitem tersebut tidak secara langsung menjalankannya.

http://arsip.ugm.ac.id/buletindetil.php?id=72

Kiat Menjadi Pegawai Administrasi Profesional

Profesional adalah seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, juga dapat digunakan untuk pengertian suatu aktivitas yang menerima bayaran. Profesi sendiri merupakan pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik dan desainer.

Lalu, bagaimana kiat menjadi pegawai administrasi yang profesional?
Menurut Burton dkk. (2000), ada beberapa hal yang  bisa dilakukan agar menjadi pegawai administrasi yang profesional, yaitu:
  • Menjadi orang yang efisien dalam mengorganisasi pekerjaan, pengelolaan waktu, menetapkan sikap yang diambil dan penyusunan prioritas kerja.
  • Memahami pemakaian software yang tepat dan dibutuhkan kantor.
  • Memahami prosedur persiapan dan proses komunikasi tertulis, membuat surat, memroses surat masuk dan keluar serta menyiapkan laporan.
  • Memahami konsep dan prosedur equipment oriented – bekerja dengan e-mail, memanfaatkan kalender elektronik, voice mail, local are network (jaringan komputer lokal), online database, dan mengerti penggunaan multimedia.
  • Memahami prosedur dan tata kerja untuk bernegosiasi dengan pelanggan maupun karyawan, baik secara bertatap muka (face to face) di kantor, dalam rapat kerja, menjawab telepon, membuat janji, fan membuat perencanaan perjalanan dinas.
  • Mengoptimalkan penggunaan otomatisasi kantor  – fotokopi, scanner, facsimile.
  • Memanfaatkan dengan baik sumber data yang kredibel, database maupun internet dalam menggali informasi yang dibutukan pekerjaan perkantoran.
  • Memahami filing dan records control – prosedur-prosedur filing, aturan, sistem, peralatan, hambatan dan penyimpanan.
  • Memahami jasa pelayanan bank yang berhubungan dengan prosedur kantor.
  • Mengetahui pentingnya job campaign dan cara mengumumkannya.
  • Menyadari akan adanya peluang karier dan mobilitas pekerjaan dalam kantor.
Yang terpenting adalah sikap untuk selalu berinvestasi dalam pengetahuan dan keterampilan baru untuk menghadapi dan menyikapi tantangan yang dihadapi perusahaan di masa yang akan datang. (Badri Munir Sukoco, 11).
Karakteristik Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakteristik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
  • Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
  • Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
  • Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
  • Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
  • Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
  • Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
  • Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
  • Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
  • Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
  • Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
  • Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
Apakah arsiparis memiliki peluang untuk menjadi profesi, dan bekerja profesional dengan memenuhi karakteristik yang melekat pada suatu profesi sebagaimana di sebutkan di atas? Tentu tidak ada hal yang tidak mungkin untuk sebuah harapan, bukan?
Sumber:
Badri M. Sukoco SE., Manajemen Administrasi Perkantoran Modern, Penerbit Erlangga, 2006, hlm. 11
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi

Jumat, 25 Maret 2011

Hukum Kearsipan

ASPEK HUKUM DALAM KEARSIPAN

Suatu norma yang mengatur segala kegiatan pengelolaan arsip (kearsipan) yang berlaku pada suatu negara
                                                          Tujuan Hukum Kearsipan :
            1. Meningkatkan penyelenggaraan adm. Negara & adm. publik;
            2. Menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan negara & publik

HUKUM KEARSIPAN INDONESIA

@     Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen perusahaan
@     Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penyerahan dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan
@     Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke dalam Mikrofilm atau Media Lainnya dan Legalisasi
@     Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok kearsipan
@     Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip
@     Keputusan Presiden RI Nomor 105/ 2004 tentang Pengelolaan Arsip Statis


Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971  pada Bab I, pasal 1  dikatakan bahwa “arsip’ ialah:

a.      Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan;
b.       Naskah-naskah yang dibuat da diterima Oleh Badan-badan Swasta dan/ atau perorangan,  dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.

Selanjutnya dalam pasal 2 diterangkan tujuan kearsipan ialah untuk menjamin keselamatan bahan pertanggung-jawaban nasional tentang perencanaan, pelaksanaan da penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggung-jawaban tersebut kepada Pemerintah.
Arsip yang merupakan data terekam dalam segala bentuknya kian hari makin dirasakan peran dan manfaatnya di dalam menunjang aktivitas suatu lembaga.
Menurut Milton Reitzfeld ( “Records Management” dalam buku Victor Lazzaro, (ed.), Systems and Procedures: A Handbook for Business and Industry, 1959, p. 243.) mentapkan adanya 7 (tujuh) nilai dari suatu arsip terutama untuk keperluan menentukan jangka waktu penyimpanan, yaitu :

            1. values for administrative use (nilai-nilai kegunaan administrasi)

            2. values for legal use (nilai-nilai kegunaan hukum)

            3. values for fiscal use (nilai-nilai untuk kegunaan keuangan)

            4. values for policy use (nilai-nilai untuk pembuatan kebijaksanaan)

            5. values for operating use (nilai-nilai untuk pelaksanaan kegiatan)

            6. values for historical use (nilai-nilai untuk kegunan sejarah)

            7. values for research (nilai untuk penelitian)  
       

Kegunaan arsip dipandang dari segi  nilai hukum merupakan topik yang semakin hari semakin menyita perhatian kita semua. Dari kasus-kasus bocornya informasi negara yang bisa menciptakan gejolak di masyarakat, hak dan akses untuk mendapatkan informasi, perlindungan hak cipta yang membuat ketegangan hubungan Amerika-Cina misalnya, sampai perlindungan data organisasi dan pribadi. Sifat pro dan kontra mengenai bagaimana memperlakukan suatu data terekam merupakan masalah yang tidak akan pernah terselesaikan. Kepentingan antara pengguna dan kepentingan pemilik dan penyimpan data sering berada pada dua kutub yang berbeda. Sulit dicari titik temunya.
Keadaan yang tidak menguntungan ini menjadi semikin memburuk dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kasus-kasus pencurian dan perubahan data telah menimbulkan kerugian material dan immaterial yang tidak ternilai. Kita tidak memungkiri bahwa kemajuan teknologi juga mempunyai manfaat yang besar bagi pengolaan dan penyebaran informasi itu sendiri.
Pelajaran yang didapat dari keadaan ini adalah semakin orang menyadari betapa data atau informasi yang terekam dalam bentuk arsip mempunyai nilai yang strategis dan ekonomis dalam jaman di mana bumi dirasakan semakin kecil. Persaingan bisnis yang semakin tajam memaksa para pelakunya untuk mengumpulkan data sebaik-baiknya mengenai kekuatan pesaing dan kemauan konsumen. Sementara persaingan antar negara memunculkan orang-orang yang dianggap sebagai penghianat bangsa.
Data atau informasi yang terekam adalah wajah-wajah dari mereka-mereka yang terlibat di dalamnya. Ungkapan Perancis “You are what you eat” nampaknya akan segera diganti dengan slogan baru yaitu “You are what your archives are”. Karena itu kerahasian akan terus mewarnai perlakuan terhadap data. Dari kerahasian yang paling sederhana misalnya mengenai tahun lahir yang sebenarnya dari seorang wanita sampai data-data mengenai kekayaan alam suatu negara misalnya.
Pada situasi seperti inilah para arsiparis sebagai penjaga pintu masuk penyimpanan data dan informasi dihadapkan. Di satu pihak semakin tingginya apresiasi masyarakat terhadap data terekam yang dikelola secara baik meningkatkan citra profesi bidang kearsipan yang pada gilirannya akan menjadikannya profesi yang semakin banyak dilirik oleh masyarakat pencari kerja. Namun dilain pihak keadaan ini menjadikan profesi di bidang kearsipan menjadi profesi yang cukup banyak mendapat “ancaman’ baik dari luar maupun organisasi. Hilang atau bocornya data penting, pemalsuan dengan cara merubah data bisa menjadikan seorang arsiparis kehilangan pekerjaannya atau lebih buruk lagi dihadapkan ke meja hijau.
Makalah ini ditulis bukanlah untuk menjadikan seorang arsiparis ahli hukum. Atau lebih buruk lagi untuk menimbulkan ketakutan. Akan tetapi makalah ini dimaksudkan agar para arsiparis menyadari bahwa data-data yang ia kelola dan simpan mempunyai nilai dan konsekuensi hukum yang tinggi. Peribahasa yang berbunyi “mencegah lebih baik daripada mengobati” nampaknya tepat untuk mewakili isi dari makalah ini.


NILAI INFORMASI

Banyak definisi yang dikemukakan mengenai apa yang dimaksud dengan informasi. Definisi yang sederhana mengenai informasi adalah bahwa informasi adalah pengetahuan. Sebagian orang mengatakan bahwa informasi adalah data yang disusun sedemikian rupa untuk maksud atau tujuan tertentu. Dalam era informasi ini yang salah satunya ditandai dengan munculnya apa yang disebut sebagai masyarakat informasi dikatakan bahwa informasi adalah komoditi yang bisa diperjual-belikan. Apapun definisi yang ingin dipertahankan, suatu hal yang pasti adalah bahwa informasi mempunyai nilai bagi orang yang menciptkan atau memiliki informasi itu sendiri. Nilai suatu informasi bisa naik atau turun seiring berjalannya waktu.
Sehubungan dengan nilai informasi maka pengelompokan berdasarkan penilaian tertentu terhadap informasi tidak dapat dihindarkan. Ada informasi yang digolongan sebagai rahasia atau sangat rahasia. Lama atau waktu kerahasiaanya pun bervariasi.
Ada informasi rahasia yang sifatnya sementara (singkat waktunya)  seperti soal-soal ujian masuk UMPTN. Sebelum hari Hnya informasi ini dijaga benar kerahasiannya. Hanya orang tertentu dan dipercaya yang deperkenankan melihat atau memeriksanya. Beberapa menit setelah tanda ujian selesai maka kerahasiannya pun sirna. 
Suatu informasi rahasia yang sifatnya abadi akan diperlakukan sedemikian rupa untuk menjaga keamanannya. Alasan kerahasian ini bisa karena alasan keamanan nasional atau ekonomi. Arsip-arsip mengenai operasi CIA di luar negeri jika terbuka akan bisa mencoreng wajah Amerika di mata dunia. Sementara itu rahasia resep masakan Kentucky Fried Chiken atau komposisi bahan minuman ringan Coca-Cola jika diketahui pesaing dapat mengakibatkan kedua perusahaan tersebut kehilangan kesempatan memperluas pasarnya.
Namun demikian adanya juga informasi yang dikategorikan tidak rahasia atau dapat dilihat, dibaca atau diperbanyak oleh siapapun juga. Arsip-arsip seperti ini biasanya nilainya sebagai bahan sejarah atau penelitian.
Menjaga arsip-arsip agar tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berhak bukanlah pekerjaan muda. Kepercayaan terhadap mereka yang diberi tanggung jawab untuk menjaganya serta bagaimana sistem pengamanannya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kelalaian petugas atau tempat penyimpanan yang kurang terlindungi dapat menimbulkan kerugian yang fatal bagi organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.

PERLINDUNGAN DATA : PRIBADI, ORGANISASI,MAKSUD DAN TUJUAN

AKSES KE ARSIP

Akses dimaksudkan sebagai aspek dan syarat ketersediaan arsip atau informasi oleh lembaga arsip untuk dilihat atau dipakai oleh pengguna atau peneliti. Mengatur akses melibatkan pembuatan prosedur yang memperhatikan segi hukum dan permintaan pihak yang memberi arsip tersebut. Disamping itu data yang ada dalam arsip tersebut dijaga dari pencurian, kerusakan atau perubahan-perubahan yang disengaja. 
Ada arsip-arsip yang sesudah 30 tahun dari masa penciptaanya seperti arsip Commonwealth misalnya boleh dipergunakan oleh masyarakat. Akan tetapi ada dokumen-dokumen yang masih tetap terturup akses bagi masyarakat umum setelah 30 tahun dari masa penciptaannya. Jadi jelas tidak ada suatu aturan yang baku berapa lama sebuah arsip dapat diperlihatkan kepada masyarakat. Kebijaksanaan-kebijaksanaan lamanya penyimpanan atau kerahasian sering sifatnya sepihak tergantung kepada departemen atau lembaga yang bersangkutan.
Bagi arsip perusahaan penentuan kebijaksanan akses ke penyimpanan arsip ditentukan oleh kebijaksanaan internal organisasi dan aturan mengenai akses terhadap arsip yang mengandung  informasi perdagangan yang bersifat rahasia.  Kebanyakan organisasi juga mempunyai pedoman untuk melepaskan informasi pribadi tentang staf mereka sendiri. 
Disini terlihat jelas bahwa pembuatan kebijaksanaan mengenai akses terhadap arsip merupakan tugas yang cukup sulit dilaksanakan. Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan di dalam pembuatan kebijaksanaan akses terhadap arsip adalah :

1.      Memperhatikan undang- undang atau aturan yang dibuat oleh lembaga   yang    lebih tingginya darinya yang telah berlaku mengenai akses terhadap arsip. Akses terhadap arsip-arsip yang disimpan oleh pemerintah misalnya banyak dipengaruhi oleh kebebasan mendapatkan informasi yang dimiliki oleh semua warganegara.
2.    Memperhatikan sensitivitas dan kerahasian arsip. Organisasi atau  individu menciptakan arsip yang berisi informasi mengenai kegiatan bisnis   atau pribadi. Jika informasi ini  diketahui oleh pihak lain, ia dapat menyebabkan kerugian keuangan yang besar atau menimbulkan rasa malu bagi pribadi yang bersangkutan. Arsip-arsip mempunyai informasi seperti ini misalnya perjanjian yang dibuat oleh perusahaan atau pribadi dengan badan lainnya, informasi yang diberikan secara rahasia, arsip pribadi dan   kesehatan staf atau anggota keluarga, dan informasi yang berhubungan dengan penyelewangan atau prosedur dan sistem keamanan. Kebocoran pada arsip-arsip ini dapat menghambat operasi bisnis pihak yang bersangkutan. Karena itu pengawasan dan pembatasan akses terhadap arsip jenis ini harus dilakukan.
3.      Perlindungan terhadap privasi individu. Rincian data pribadi tentang seseorang yang masih hidup tidak boleh diberikan kepada orang lain kecuali telah mendapat izin dari orang yang bersangkutan. Sebagai contoh: informasi mengenai rekening bank dan tingkat kredit nasabah  harus dijaga kerahasiannya oleh bank yang bersangkutan.

4.      Batasan-batasan yang dibuat oleh depositor arsip. Jika seorang arsiparis menerima arsip dari depositor maka aturan mengenai aksesnya harus juga diketahuinya. Sering kita temui bahwa untuk mendapatkan sebuah arsip pihak yang menentukan untuk memberikan izin bukanlah arsipris itu sendiri tetapi depositornya.
5.     Pemakai. Kebijaksanaan mengenai akses harus mampu mendefinisikan kelompok pemakai yang akan dilayani. Bagi arsip perusahaan, misalnya kelompok pemakianya adalah hanya karyawan, atau orang yang sedang berhubungan bisnis dengannya.                                                           
6.      Akses yang sama terhadap arsip.  Ini merupakan prinsip yang penting untuk menjamin bahwa lembaga arsip memberikan jasa rujukan tanpa ada rasa memihak atau prasangka terhadap pemakai yang telah ditetapkannya. Ia juga tidak akan memberikan hak istimewa atau eksklusif mengenai penggunaan bahan arsip kecuali memang diatur oleh undang-undang,  depositor atau syarat pembelian.
7.      Tingkat akses.  Arsiparis juga perlu menentukan tingkat akses yang diperbolehkan bagi pemakai. Tingkat akses biasanya mulai dari ijin untuk memasuki ke ruang baca atau penyelusuran sampai mendapatkan izin   untuk merepruduksi atau menerbitkan dokumen tertentu.
8.      Kondisi fisik arsip. Jika arsip dalam kondisi buruk atau rusak, maka arsiparis harus mempertimbangkan pembatasan akses sampai arsip tersebut diperbaiki oleh bagian pelestarian. Cara lain adalah dengan memberikan fotokopi atau mikrofilm dari arsip yang bersangkutan.Cara ini dipandang baik terutama untuk arsip yang sering dipakai.
9.      Keamanan arsip. Bahan arsip adalaj unik dan banyak arsip mempunyai nilai untuk pembuktian hukum atau pertanggungjawaban keuangan. Karena itu pemberian akses harus memperhatikan  terhadap kehilangan, kerusakan, salah pemberkasan, atau perubahan. Pemakai tidak diperbolehkan memasuki tempat penyimpanan arsip. Pengambilan dan penyimpanan arsip hanya boleh dilakukan satu atau dua orang staf yang telah diberi     wewenang.
10.    Biaya pembayaran. Dokumen kebijaksanaan akses juga memuat aturan mengenai bayaran yang dibebankan kepada seorang pemakai jika ia menggunakan arsip yang menyangkut fasilitas, pelayanan dan pemberian salinan.
 
Pertimbangan terhadap kriteria di atas akan membantu arsiparis didalam merencanakan dan merancang sebuah kebijaksanaan akses yang sesuai dengan keperluan dan persyaratan perusahaan atau organisasinya. Akan tetapi yang tidak kalah pentingya dalam menujang keberhasilan administrasi akses terhadap arsip adalah keamanan gedung atau ruang tempat penyimpanan arsip itu. Gedung atau ruang yang tidak direncanakan dan dirancang secara baik untuk melindungi data arsip akan mengakibatkan kebijaksanaan akses terhadap bahan arsip menjadi tidak berguna. 
http://kpadkotaserangmadani.blogspot.com/2010/11/aspek-hukum-dalam-kearsipan.html